Sunday 17 June 2012

MUNASABAH ALQUR'AN


MUNASABAH AL-QUR’AN


Alquran merupakan firman yang terakhir, penjaga dan pelindung wahyu yang pernah diterima oleh Rasul terdahulu, serta merupakan pelengkap dan penyempurna (ajaran) yang akan menuttut kehidupan umat dimasa depan Alquran merupakan juga sumber ilmu pengetahuan yang sampai sekarang masih digali isi kandungannya[1], baik dari kalangan muslim maupun dari kalangan non muslim.
Namun usaha itu menemukan hambatan, karna alquran tidak tersusun seperti susunan karaya ilmiah. Banyak persoalan inti yang silih bergandi diungkapan dalam alquran, sehingga menurut Quraisy Shihab[2], sangat dibutuhkan cara-cara yang mudah dalam memahaminya. Hal ini bisa ditolerir mengigat alquran merupakan kitab yang tidak bisa dipahami dengan bekal ilmu tentang pemahaman ilmu alquran yang minim.
Munasabah merupakan satu dari sekian banyak cara dalam membantu memahami makana yang terkandung didalam alquran. Dalam fenomena ini munasabah berupaya melihat korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lainnya, pembukaan surat dengan akhir surat dan satu surat dengan surat yang lainya, baik yang dibelakang maupun didepan surat tersebut. Dengan  memperhatikan munasabah berarti telah berusaha sebaik mungkin dalam menafsirkan alquran.
Munasabah memiliki peran yang sensitifkan dalam memahami makna alquran. Hal ini seperti pandangan Zuhdi, bahawa ilmu munasabah dapat berperan dalam mengantikan  ilmu asbabu al-nuzul, apabila seorang tidak mengetahui seab turunnnya satu ayat, tetapi mengetahui korelasinya[3]. Untuk mengarahkan pengkajian tentang munasabah hingga dapat menghasilkan suatu masukan yang berkualitas, maka beranjak dari latar belakang persoalan tadilah menimbulkan persoalan tentang apa sebenarnya munasabah tersebut ?

A.      PENGERTIAN MUNASABAH
Kata Munasabah secara etimologi, menurut Manna’ Khalil Al-Qattan ialah Al-Muqabarah artinya kedekatan[4]. Dalam pengertian ini As-Suyuthi menambahkan al-Musyakalah dan Al-Muqabarah artinya kedekatan dan keserupaan[5]. Az-Zarkasyi memberi contoh sebagai berikut : Fulan Yunasib Fulan, berarti si Fulan mempunyai hubungan dekat dengan si fulan itu dan menyerupainya. Dan dari kata itu lahir pula kata an-Nasib, berarti kerabat yang mempunyai hubungan dekat seperti dua orang bersaudara. Istilah munasabah digunakan dalam ‘iIlat hukum dalam bab Qiyas yang berarti Al-Wasf Al-Muqarib Li Al-Hukm (gambaran/sifat yang berdekatan atau berhubungan dengan hukum.
Secara terminologi, pengertian Munasabah dapat diartikan sebagai berikut menurut berbagai tokoh, yaitu:

1.    Menurut Az-Zarkasyi, adalah :

المـناسبة أمر معـقـولٌ إذاعُــِرِض عـلى  الـمـقـول تـلـقّــتـه بــاالـقـبـُول.
Artinya :“Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, akal itu pasti menerimanya”.
2.    Menurut Ibn Al-Arabi :

إرتـبــاط أ ِيّ الـقـرأن بعـضـها بـبـعـض حـتى تـكون كا الكـلمـة الـواحـدةِ مـتّـسقــةِ المعـاني مـنتـظـمـةِ المـبــــاني ,عـلمٌ عـظـيـــمٌ
Artinya :“Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung”.

3.    Menurut Manna’ Khalil Qattan :

وجـهُ الإرتـبــاطِ بـين الجـمـلـةِ والجـمـلـةِ فى الأيـةِ الـواحــدة أوبـين الأيـة والأيــة فـي الأيــة الـمـتـعــددةِ أو بــينَ الســورة والســـورة.
Artinya :“Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat didalam Al-Qur’an”.

4.    Menurut Al-Biqa’i,
yaitu :“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat  dengan ayat, atau surat dengan surat”.

Jadi, dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali) ; atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.[6]
Pada dasarnya pengetahuan tentang munasabah atau hubungan antara ayat-ayat itu bukan tauqifi (tak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul), tetapi didasarkan pada ijtihadi seorang mufassir dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an, rahasia retorika, dan segi keterangannya yang mandiri.[7]
Seperti halnya pengetahuan tentang Asbabun Nuzul  yang mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah atau korelasi antar ayat dengan ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat  dengan baik dan cermat. Oleh sebab itu sebagian ulama menghususkan diri untuk menulis buku mengenai pembahasan ini. Tetapi dalam pendapat lain dikemukakan atas dasar perbedaan pendapat tentang sistematika (perbedaan urutan surat dalam Al-Qur’an) adalah wajar jika teori Munasabah Al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama yang menekuni ‘Ulum Al-Qur’an[8] walaupun keadaan sebenarnya Munasabah ini masih terus dibahas oleh para mufassir yang menganggap Al-Qur’an adalah Mukjizat secara keseluruhan baik Redaksi maupun pesan ilahi-Nya.
Ilmu Munasabah ini dapat berperan mengganti ilmu Asbabun Nuzul, apabila seseorang tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tapi seseorang dapat mengetahui relevansi / hubungan ayat itu dengan ayat lainnya. Ada  beberapa pendapat    di kalangan ulama   tenteng ilmu Tanasubul Ayat Was-Suwar ini. Diantanranya ada yang berpendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya atau hubungannya dengan ayat atau surat lain. Sementara ulama yang lain berpendapat, bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Selain itu adapula yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lain[9]. Hal yang    demikian ini tidak berarti bahw seorang mufassir harus mencari kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al-Qur’anul Karim turun secar bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, terkadang seorang mufassir menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan memaksakan diri, sebab jika memaksakannya juga akan menghasilkan kesesuaian yang dibuat-buat dan hal ini tidak disukai,  pernyataan ini  senada  dengan  pendapat Syaikh ‘Izz Ibn Abdus-Salam[10].

B.       PEMBAGIAN MUNASABAH
Berdasarkan pengertian diatas, maka munasabah diklasifikasikan sebagai berikut :

1.    Munasabah ayat dengan ayat dalam satu surat
Munasabah ayat dengan  dengan ayat, terdapat dua pokok persoalan yang mendasar, pertama antara ayat dengan ayat kelihatan jelas, hal ini dapat terlihat dari ayat yang diperantarai dengan huruf athaf, seperti ungkapan Az- Zarkasyi[11], mengutip firman Allah swt :
ãNn=÷ètƒ $tB ßkÎ=tƒ Îû ÇÚöF{$# $tBur ßlãøƒs $pk÷]ÏB $tBur ãAÍ\tƒ šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# $tBur ßlã÷ètƒ $pkŽÏù 4 uqèdur ÞOŠÏm§9$# âqàÿtóø9$#
Artinya: Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. dan Dia-lah yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun. (Q.S. Saba’: 2).

Huruf athaf pada ayat tersebut menunjukkan keserasian tersebut termasuk bentuk kesesuaian. Kemudian ada lagi korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lainnya tidak terlihat jelas, menurut zakarshimembutuhkan satu alat untuk menjadi bukti tentang keterikatnnya berupa keterkaitan dari sudut ma`nawi. Dan kalau diteliti lebih jauh lagi maka tersirat bahwa hubungan secara  ma`nawi dikatakorikan lagi tiga jenis, yakni takzir (hubungan perbadingan), mudhabah  (hubungan pertetangan) dan Istidrat(hubungan yang mencerminkan adanya kaiatan antara suatu persoalan dengan persoalan lainnya[12].

2.    Munsabah antara satu surat dengan surat yang lainnya.
Didalam alquran tidak saja terjadi munasabah antara satu ayat dengan ayat lainnya saja, namaun antara satu surat dengan surat lainnya juga terjadi munasabah. Munasabah yang terjadi bisa saja sifatnya berkesusasian, bertentangan dan sebab akibat.

3.    Munasabah antara awal ayat dengan akhir ayat dalam satu surat.
Disamping dua kategori munasabah diatas, maka lebih lanjut dinyatakan bahwa munasabah juga terjadi antara awal dan akhir ayat pada satu surat. Konsekwensinya adalah alquran memiliki keunikan terdiri jika dibandikan dengan kitab-kitab sebelumnya.


C.      MUNASABAH DALAM TATARAN PRAKTIS
Untuk mengetahui lebih jelasnya tentang munasabah, maka akan diuraikan dengan dengan dua buku Tafsir-Jajalain dan Maraghi yang dispessifikasikan pada surat  Al-Quraisy

1.    Munasabah Antara Satu Ayat Dengan Ayat Lainnya dalam Satu Surat.
óOs9r& ts? y#øx. Ÿ@yèsù y7/u É=»ptõ¾r'Î/ È@Ïÿø9$#
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu Telah bertindak terhadap tentara bergajah.(Qs. Al-Fiil : 1).

Dalam tafsir jajalain ditafsirkan dengan dua penggalan kata, yaitu ; yang merupakan istifham dan mengandung makna ta`ajub, artinya seperti kamu merasa terpesona. Kemudian كيف فعل ربك بأ صحاب الفيل  yang maksudnya adalah Mahmudlah yang mempunyai gajah dengan disertai sahabatnya Abraham yang merupakan raja dari Yaman berikut tentaranya yang telah membangun sebuah gereja dengan tujuan agar orang berpaling menziarahi Makkah. Pada suatu hari ada seorang dari kinanah yang mengotori dengan bermaksud menghinanya. Dengan kondisi itu abraham bertekat untuk menghacurkan ka`bah maka Allah mengirimkan kepada mereka apa yang dikisahkan pada firman Allah berikutnya[13].
Tafsir Maraghi menguraikan ayat tersebut seperti berikut ; maksudnya adalah apakah enkau tidak mengerti suatu peristiwa yang mena`jubkan dan agung, yang mengambarkan betapa besarnya kesusahan Allah kebijakannya terhadap ashabul fiil yang berusaha menghancurkan ka`bah. Hal ini sulit dianalisa sebab musababnya, karena belum pernah terjadi gerombolan burung menyerang satu kaum saja sementara kaum lainnya tidak diserang. Semua itu tanda-tanda kebijaksanaan yang maha mengatur dan dilakukan untuk menjaga ka`bah. Secara mendalam ayat ini mengambarkan istilah menyaksikan untuk pengertian mengetahui. Konsekwensinya adalah peristiwa mutlak benar dan sudah dikenal, sehingga esensi mengetahui dalam hal kejelasannya setara dengan pengetahuan yang didasarkan pada penglihatan dan kesaksian[14].
Korelasi ayat tersebut dengan ayat berikut :
óOs9r& ö@yèøgs ö/èfyøŠx. Îû 9@Î=ôÒs?
Artinya: bukankah dia menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia (Q.S al-Fiil: 2).

Dalam tafsir jalalain kata ألم يجعل maksudnya telah menjadikan dalam rangka menghancurkan ka`bah فى تضليل maksudnya menjerumuskan mereka kedalam kerugian dan kebinasaan[15].
Dalam tafsir maraghi dijelaskan “bahwa sesungguhnya kalian melihat apa yang telah dilakukan Allah dengan menggagalkan usaha mereka. Sehingga menjadi pudar usaha yang mereka susun secara baik sebelumnya”[16].
Korelasi yang terjadi pada ayat tersebut adalah sifatnya berkesesuaian yakni ayat yang pertama menggambarkan bagaimana persiapan tentara bergajah dalam menghancurkan ka`bah yang diridhai Allah SWT, kemudian ayat kedua dikuatkan oleh Allah SWT bahwa usaha tersebut merupakan kesia-siaan.

2.    Munasabah Antara Satu Surat Dengan Surat Yang Lainnya
öNßgn=yèpgmú 7#óÁyèx. ¥Aqà2ù'¨B
Artinya: Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

Penafsiran dalam jalalain adalah ; “bagian daun yang dimakan oleh ternak, diinjak dan dicabik-cabiknya”. Maksudnya Allah akan menghancurkan setiap orang dengan batu yang ada padanya dan termaktub pada batu itu nama orang yang akan dikenainya. Dan batu itu lebih besar dari pada adasah dan lebih kecil dari biji kacang Hums yang dapat menembus topi baja yang berjalan kaki beserta gajahnya, kemudian batu itu jatuh ketanah, setelah mengenai badan mereka, peristiwa itu terjadi pada tahun kelahiran Nabi[17].
Kemudian penafsiran dalam Maraghi adalah ; “maka menjadikan keadaan mereka bagaikan dedaunan yang rusak atau dimakan ulat /hama”. Dengan kata lain mereka bagaikan dedaunan yang dimakan hewan ternak dan bagian yang lain berserakan keluar dari mulut ternak setelah dikunyah[18].
Kolerasi ayat tersebut awal surat al-q’uraisy. Dalam penafsiran jalalain adalah ;
“(karna kebiasaan orang-orang quraisy yaitu kebiasaan mereka).”

Maksudnya kebiasaan yang terakhir adalah memberikan penekanan pada kebiasaan sebelumnya[19].
Kemudian dalam tafsir maraghi diungkapkan sebagai berikut;
(karna kebiasaan orang quraisy yaitu kebiasaan mereka berpergian pada musim dingin dan panas).
Seyogyanya kaum Quraisy menyembah tuhannya sebagi rasa syukur atas karunianya yang telah menjadikan mereka sebagai kaum pedangang yang banyak berpergian, sebagai akibat dari negeri yang tempati tandus. Bagi mereka berupa suatu kebiasaan melakukan perjalanan melakukan perjalanan untuk dagang dimusim dinggin ke Yaman. Mereka berbelanja parfum, rempah-rempah yang didatangkan dari India dan Teluk persi, lalu di pasarkan kenegeri mereka. Ketika musim panas mereka pergi ke Syam untuk berbelanja hasil pertanian untuk dibawa kenegri mereka yang minus[20].
Korelasi yang terjadi dalm surat Al-fiil dan Al-Quraisy adalah ; dalam al-fiil terkandung penjelasan tentang nikmat allah yang di anugrahkan pada penduduk Makkah. Hal ini tampak dari penjelasan surat al-fiil yang menyebutkan bahwa Allah menghancurkan musuh-musuh mereka yang datang menghancurkan ka`bah. Kenudian pada surat al-quraisy dijelaskan tentang nikmat Allah yang dilimpahkan kepada mereka, yaitu terhimpunnya mereka dalam satu kesatuan yng kokoh. Sehingga mereka bisa melakukan perjalanan di musim panas dan dingin dalam usaha perdagangan. Korelasi yang terjadi sifatnya sebab-akibab.

3.    Munasabah Antara Awal Dengan Akhir Ayat Pada Satu Surat
Munasabah yang dijelaskan di awal dan di akhir surat al-fiil yakni
óOs9r& ts? y#øx. Ÿ@yèsù y7/u É=»ptõ¾r'Î/ È@Ïÿø9$#
Artinya: (Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah)
Ayat tersebut berkorelasi dengan ayat ;
öNßgn=yèpgmú 7#óÁyèx. ¥Aqà2ù'¨B
Artinya: (lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan)

Ayat diatas tidak ditafsirkan,mengingat telah ditafsir sebelumnya. adapun munasabah yang terjadi pada surat ini adalah ; pada awal surat dijelaskan pada keinginan pasukan bergajah yang dipimpin Abraham, untuk menghancurkan ka`bah yang tidak di ridhai Allah SWT, dan Allah SWT menunjukkan kuasaannya dalam menghalangi tentara bergajah. Kemudian pada akhir surat dijelaskan akibat yang diderita oleh tentara bergajah atas rencana buruk mereka untuk menghancurkan ka`bah. adapun munasabah yangterjadi sifatnya berkesesuaian. Untuk perbedaan dua penafsiran tersebut adalah sebagai berikut :

a.         Tafsir jalalain
-   Penafsirannya terkadang terjadi pemenggalan kata.
-   Bahasanya ringkas
-  Penafsiran secara zahir saja, tanpa ada penekanan pada kata-kata yang bisa mengandung perbedaan persepsi
-  Penafsirnnya kadang agak kulit dicerna maksudnya karna tidak dalmnya pembahasan

b.         Tafsir Maraghi
-  Penafsirannya per-ayat dengan tanpa pemengalan kata
-  Bahasanya lebih komplek dibandingkan dengan tafsir jalalain
-  Penafsirannya agak mendalam karna adanya penekanan pada kata-kata yang bisa menimbulkan pesepsi berbeda, seperti pada kata
-  Penafsirannya agak mudah dipahami karna gaya bahasa yang digunakan sederhana.

Untuk perbedaan lebih lanjut dapat dicari sendiri yang sepertinya memerlukan perenungan (kontemplasi).

D.      URGENSI DAN KEGUNAAN MEMPELAJARI
MUNASABAH
Sebagaimana Asbabun Nuzul, Munasabah dapat berperan dalam memahami Al-Qur’an. Muhammad Abdullah Darraz berkata : ”Sekalipun permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat semestinyalah ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan permasalahannya”.[21]
Maka, dalam mempelajari Munasabah ini banyak sekali terkandung Faedah dan kegunaannya, sebagaimana diuraikan dibawah ini :
1.    Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan Relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.[22]
2.    Mengetahui persambungan /hubungan antara bagian Al-Quran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an sehingga memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.(Abdul Djalal, H.A, 1998: 165).[23]
3.    Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Bila tidak ditemukan Asbabun Nuzilnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, dimungkinkan seseorang akan  mudah mengistimbathkan hukum-hukum atau isi kandungannya.[24]
4.    Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an ). serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri.[25]
Selain kaguanaan mempelajari munasabah dianggap penting, maka seseorang yang ingin menemukan korelasi/hubungan antar ayat atau antar surat, sangat diperlukan kejernihan rohani dan rasio, agar terhindar dari kesalahan penafsiran (Muhammad Chirzin, 1998 : 58)[26]. Serta membaca secara cermat kitab-kitab tafsir tentu akan membantu menemukan berbagai segi kesesuaian (munasabah) te


[1] Thomas Ballentine, dkk, Al-Quran, Tentang Akidah &Segala Amal Ibadah Kita, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999), hal.18.
[2] M. Quraisy Shihab, Membumikan Al quran , (Bandung :Mizan, 1993), hal.34.
[3]  Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur`an, (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1980), hal.167.
[4] Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (terj. Mabahis Fi ‘Ulumil Qur’an oleh Mudzakir AS, Bogor : Litera Antar Nusa, 2009), Cet. 12, hal. 137.
[5] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hal. 82
[6]  Ibid, hal. 83
[7]  Manna’ Khalil Al-Qattan, Op, Cit, hal. 138
[8]  Rosihan Anwar , Op, cit. hal. 81
[9]  H. A. Chaerudji Abd. Chalik, ‘Ulum Al-Qur’an, (Jakarta : Diadit Media, 2007), hal. 110.
[10]  Manna’ Khalil Al-Qattan, Op, Cit. hal. 110
[11] Az-Zarkasyi. Al-Burhan fi Ulumi al-Quran. Cairo : Darul Ihya al-Kutb al-A’rabiyah, 1957. hal. 40.
[12]  Muhammad hirzin. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1999., hal. 50.
[13] Imamain Jalalain, Tafsir al-Qur’an Azima, (Indinesia, Darul Ihya’ al-Kitab al-A’rabiyyah), hal. 509.
[14] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Mesir : Sirqah Maktabah wa Mithba’ah, 1970), hal. 241.
[15] Imamain Jalalain, Op, Cit. hal. 509.
[16] Ahmad Musthafa  Al-Maraghi, Loc, cit.  hal. 241.
[17] Imamain Jalalain,Op,Cit.  hal. 510.
[18] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Op, cit, hal. 243.
[19] Imamain Jalalaian, Loc. Cit.  hal. 510.
[20] Ahmad Musthafa  Al-Maraghi, Op, Cit. hal. 244.
[21]  Rosihon Anwar, Op, Cit. hal. 159
[22]  Ibid.
[23]  H. A. Chaerudji Abd. Chalik, Op Cit, hal. 122.
[24]  Ibid.
[25]  Op Cit, hal. 123
[26]  Ibid.