Thursday 20 March 2014

LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH



BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Lembaga Keuangan Syariah
Menurut SK Menkeu RI No. 792 Tahun 1990, lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, meliputi penghimpunan dana dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.
Menurut dahlan siamat, lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaanya terutama dalam bentuk aset keuangan atau tagihan (claims) dibandingkan dengan aset nonfinansial atau aset riil. Lembaga keuangan memberikan pembiayaan/kredit kepada nasabah dan menanamkan dananya dalam surat-surat berharga serta serta menawarkan berbagai jasa keuangan.
Kasmir mendefinisikan lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, menghimpun dana dan menyalurkan dana atau kedua-duanya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang keuangan.
Secara umum lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan yang melakukan proses penyerapan dana dari unit surplus ekonomi, baik sektor usaha, lembaga pemerintah maupun individu (rumah tangga) untuk penyediaan dana bagi unit ekonomi lain.[1]
Lembaga keuangan syariah/ bank syariah mendapat pijakan hukum yang kuat melalui UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang didalamnya mengintrodusir sistem pengelolaan bank berdasarkan konsep bagi hasil, yang kemudian di tingkat teknis pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.[2]
Pengertian prinsip syariah juga dijumpai dalam pasal 1 angka 12 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah yang menjelaskan prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah.[3]

B.  Prinsip-Prinsip Operasional Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan syariah didirikan dengan tujuan mempromosikan dan mengambangkan penerapan prinsip-prinsip islam, syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syarih adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan.[4] Secara umum lembaga keuangan diindonesia dijalankan oleh dua jenis lembaga keuangan yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Lembaga keuangan bank seperti bank syariah merupakan lembaga keuangan yang memberikan jasa lengkap, yaitu disamping menyalurkan dana atau memberikan pembiayaan/kredit juga melakukan usaha menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan. Kemudian usaha bank lainnya memberikan jasa-jasa keuangan yang mendukung dan memperlancar kegiatan memberikan pinjaman dengan menghimpun dana.[5]

C.  Jenis-Jenis Produk Lembaga Keuangan Syariah
1.      Produk Penghimpunan Dana
Dalam penghimpunan dana BUS dan UUS melakukan mobilisasi dan investasi tabungan dengan cara yang adil. Mobilisasi dana sangat penting karena islam sangat melarang penumpukan dan penimbunan harta dan mendorong penggunaanya secara produktif dalam rangka mencapai tujuan ekonomi dan sosial.[6] Dalam produk perbankan syariah penghimpunan dana simpanan dilakukan berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan adalah sebagai berikut[7].

a.       Giro
Prinsip giro syariah diatur dalam fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/IV/2000 yang mengatur giro berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pemayaran lainnya, atau dengan pemindah bukuan. Giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudharabah.

Dasar Hukum Giro :
1)      Dasar Hukum AlQur’an
QS. Al-Baqarah : 283
( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3
Artinya : jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya









2)      Dasar Hukum Hadist
Hadist Nabi Riwayat Al-Thabrani :
Artinya : Dari Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan ditetapkan Abbas itu mendengar Rosulullah, beliau membenarkannya (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas)

Hadist Riwayat Tirmidzi :
Artinya : perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang halal (HR. Tirmidzi dari Amr bin Auf)

3)      Dasar Hukum Ijma’


4)      Dasar Hukum Qiyas :
5)      Kaidah Fiqih
“ Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Para ulama menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya. Oleh karena itu diperlukan adanya kerjasama diantara kedua belah pihak tersebut.[8]

Fitur dan mekanisme giro berdasarkan wadi’ah
-          Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
-          Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah.
-          Bak dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain, biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaski dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening.
-          Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
-          Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.

Fitur dan mekanisme giro berdasarkan Mudharabah
-          Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal)
-          Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati
-          Bank dapat mebebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan, dan penutupan rekening.
-          Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.

b.      Tabungan
Prinsip tabungan syariah daiatur dalam fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000. Tabungan ada dua jenis yaitu tabungan yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga. Dan tabungan yang dibenarkan yaitu tabungan yang berdasarkan wadi’ah dan mudharabah.
Fitur dan mekanisme tabungan berdasarkan wadi’ah
-          Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
-          Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah.
-          Bak dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain, biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaski dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening.
-          Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
-          Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.

Fitur dan mekanisme tabungan berdasarkan Mudharabah
-          Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal)
-          Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati
-          Bank dapat mebebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan, dan penutupan rekening.
-          Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.

c.       Deposito
Deposito adalah investasi dana berdaarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah atau UUS yang diatur dalam fatwa DSN No. 03./DSN-MUI/IV/2000.
Fitur dan mekanisme tabungan deposito berdasarkan mudharabah :
-          Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal).
-          Pengelolaan dana oleh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayadhah) atau dilakukan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah).
-          Dalam mudharabah muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah.
-          Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati.
-          Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati.
-          Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening pembukaan dan penutupan rekening.
-          Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah[9]
 
2.      Produk Penyaluran Dana
Dalam penyaluran dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunannya, yaitu :
-          Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
-          Pembiayaan dengan prinsip sewa
-          Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
-          Akad pelengkap

a.       Prinsip jual-beli (ba’i)
Konsep jual beli dalam bisnis islami mengandung beberapa kebaikan, antara lain pembiayaan yang diberikan selalu terkait dengan sektor riil, hal ini dikarenakan yang menjadi dasar adalah barang yang diperjualbelikan. Selain itu harga yang disepakati tidak akan mengalami perubahan sapai dengan akhir akad.[10]
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut.
1)   Pembiayaan Murabahah
Murabahah merupakan transaksi jual beli dimana bank menyebut keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli yang mana Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil atau muajjal).

2)   Pembiayaan Salam
Pembiayaan salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam pembiayaan salam bank bertindak sebagi pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayarannya dilakukan tunai dan ketentuannya harus dilakukan secara pasti.[11]
Dasar Hukum Salam :
1)      Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 282
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

Qs. Al-Maidah : 1
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/ 4
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu

2)   Pembiayaan istishna’
Bai’ Al Istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’ as-salam, oleh karena itu ketentuan dalam istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan bai’ salam yaitu, kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen kedua belah pihak harus menyepakati tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan dimuka atau secara angsuran perbulan atau dibelakang.[12]
b.      Prinsip Sewa (Ijarah)
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.[13]

c.       Prinsip bagi hasil (Syirkah)
Pembiayaan berdasrkan akad bagi hasil ini ditunjukan untuk memenuhi kepentingan nasabah akan modal atau tambahan modal untuk melaksanakan suatu usaha yang produktif. Secara umum prinsip bagi hasil dalam islamic Banking dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu: musyarakah, mudharabah, muzara’ah, musaqah[14], namun Dalam praktik perbankan dikenal dua macam pembiayaan yang didasarkan pada akad bagi hasil, yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Pembiayaan mudharabah pada prisnsipnya adalah pembiayaan yang diberikan bank (shahibul maal) kepada nasabah (mudharib) sejumlah modal kerja untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan berdaarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

d.      Akad Pelengkap
Pada dasarnya akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad yang besarnya pengganti biaya ini hanya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Akad-akad pelengkap tersebut dapat berupa :
1)   Hiwalah (alih utang piutang)
Tujuan hiwalah adalah untuk membantu suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank dapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran transaski antara yang memindahkan piutang dengan yang berhutang.


2)   Rahn (gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.

3)   Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu :
a.       Sebagai pinjaman talangan haji
b.      Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah
c.       Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil
d.      Sebagai pinjaman pengurus bank.

4)   Wakalah (perwakilan)
Wakalah adalah aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti L/C, inkaso, dan transfer uang.

3)   Kafalah (garansi bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin suatu kewajiban pembayaran.[15]

3.      Produk Jasa
a.       Latter of Credit (L/C) Impor syariah
Merupakan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank atas permintaan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu. Adapun akad yang digunakan dalam penerbitan L/C impor syariah ini yaitu akad wakalah bil ujrah dan kafalah. Wakalah bil ujjrah adalah akad wakalah dengan memberikan fee atau imabalan kepada wakil, yaitu dapat dilakukan tersendiri atau disertai dengan qardh atau mudharabah atau hawalah, sedangkan kafalah adalah penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful’ anhu, ashil).


b.      Bank garansi syariah
Yaitu jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud. Akad yang dipakai dalam produk ini adalah kafalah yakni berupa jaminan kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak ke dua atau yang ditanggung.

c.       Transfer dan inkaso
Merupakan jassa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan dana dari rekening nasabah (transfer) atau melakukan penagihan untuk rekening nasabah.

d.      Gadai syariah (Rahn)
Gadai yaitu penyerahan barang sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang. Adapun akad yang dipakai adalah akad rahn, qard, dan ijarah.
Rahn adalah penyerahan barang dari nasabah kepada bank sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang. Qardh adalah pinjam-meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Ijarah adalah sewa menyewa atas suatu barang dan atau jasa antara pemilik obyek sewa dengan penyewa untuk memperoleh manfaat dengan imbalan berupa sewa atau upah.

e.       Syariah Charge Card
Merupakan alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu keigiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu berkewajibanmelakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut secara sekaligus pada waktu yang telah ditetapkan.


f.       Penukaran valuta asing (sharf)
Penukaran jasa valuta asing merupakan jasa yang diberikan bank syariah untuk membeli atau menjual valuta asing yang sama maupun berbeda yang hendak ditukarkan atau dikehendaki oleh nasabah.

g.      Jasa pembayaran
Jasa pembayaran merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah kepada pemegang rekening simpann atau investasi dalam rangka mempermudah transaksi pembayaran atas beban rekening dimaksud. Dalam produk ini ada dua jenis akad yang digunakan yakni akad wakalah dan akad ijarah.[16]


[1] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009)hal.27-29.
[2] Abdul Ghofur Anshari, Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan Lembaga Pembiayaan danPerusahaan Pembiayaan,(Yogyakarta, pustaka Pelajar, 2008) hal. 10.
[3] Ibid, hal. 13.
[4] Ibid, hal. 35.
[5] Ibid. Hal. 45
[6] Andri Soemitra, Loc  Cit. hal. 73
[7] Abdul Ghofur Anshari, Op Cit, hal. 19
[8] Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro.
[9] Andri Soemitra, Op  Cit. hal.74-78
[10] Veithzal Rivai, Andria Permata Veitthzal,Islamic Financial Management, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008) hal. 116.
[11] Adiwarman A.Karim, Bank Islam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010) hal. 97-100
[12] Kasmir,Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) hal. 225.
[13] Kasmir, Ibid. hal. 226.
[14] Veithzal Rivai, Andria Permata Veitthzal, Op Cit. hal. 120
[15] Adiwarman  A.Karim, Op Cit. hal. 105-107
[16] Abdul Ghafur Anshari, Loc, Cit. hal. 23-33.