Saturday, 2 November 2013

Kebijakan dan Regulasi Perbankan


PEMBAHASAN


A.    Sejarah bank indonesia
Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
B.       Peranan Bank Indonesia
1.    Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.

2.    Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.

3.    Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

4.    Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan.

5.    Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan.

C.      Tujuan dan tugas bank indonesia
1.      Tujuan
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.Kestabilan nilai rupiah tersebut mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, dan kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian.

2.      Tugas
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Bank Indonesia mengemban tiga tugas yang dikenal sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu :
a.     Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
b.    Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
c.     Mengatur dan mengawasi bank.

Pelaksanaan ketiga bidang tugas tersebut mempunyai keterkaitan dan karenanya dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien.

D.    Bank Indonesia sebagai Instrumen Moneter
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil.  Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi.  Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).

Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter.  Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.

Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi.  Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat.  Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi.  Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah.  Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi. 

Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar.  Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar.  Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri.  Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat  pengembalian yang lebih tinggi.  Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor.  Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.

Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset.  Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi. 

Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi).  Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi.  Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag).  Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain.  Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat.  Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan tarnsmisi kebijakan moneter.   Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate biasanya sangat lambat.  Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu.  Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi  sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan moneter.

E.       Peranan Arsitektur Bank Indonesia
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk,  dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.   Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan.  Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut. Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam API.  Penyempurnaan program-program kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional maupun internasional.  Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta  pengembangan UMKM.





























Manajemen Aktiva dan Pasiva


BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Asset Liability Management / ALMA
Manajemen aktiva-pasiva atau Asset Liability Management (ALMA) merupakan fokus utama dalam manajemen bank umum. ALMA Menurut Raflus (1996)  pada dasarnya adalah suatu proses perencanaan dan pengawasan operasi perbankan yang dilakukan secara terkoordinasi dan konsekuen dengan selalu memperhatikan perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi operasi bank, baik yang berasal dari luar ataupun faktor struktural dari dalam bank.
Menurut Dahlan Siamat, ALMA dapat diartikan sebagai koordinasi hubungan timbal balik yang dilakukan secara terpadu antara kedua sisi neraca bank berdasarkan keputusan dan rencana jangka pendek.
Sehingga dari pengertian diatas dapat diinterprestasikan bahwa dalam pengambilan kebijakan pengelolaan sisi aset bank (terutama pembiayaan), harus pula memperhitungkan liabilities (terutama kewajiban segera bank)

B.       Tujuan Pengelolaan manajemen Aktiva Pasiva Bank
Menurut beberapa pakar perbankan nasional tujuan pengelolaan aktiva pasiva bank adalah sebagai berikut :
-       Raflus Rax “to maximizeearnings while keeping risk within limits”, yaitu pencapaian hasil setinggi mungkin dengan menjaga resiko yang tidak melampaui batas tertentu yang telah ditetapkan.
-       H.Masyhud Ali,  tujuan pengelolaan aktiva pasiva bank terutama diarahkan untuk menjaga tingkat kesehatan bank dengan mampu melakukan antisipasi yang tepat terhadap terjadinya perubahan-perubahan variabel dari eksternal bank guna memperoleh net income yang optimal bagi bank.
-       Dahlan Siamat, tujuan pengelolana aktiva pasiva bank adalah untuk menstruktur portofolio asset liabilities bank secara konsisten, terkoordinasi dan terpadu dalam rangka memaksimalkan keuntungan.
-       Slamet Riyadi, tujuan pengelolaan aktiva pasiva bank digunakan untuk menjaga likuiditas yang memadai dan membentuk cadangan-cadangan untuk menjaga segala resiko yang akan timbul dan mendapatkan laba yang maksimal namun berkembang secara wajar.
Dari pernyataan para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan aktiva pasiva bank dilakukan melalui suatu proses yang terencana dan terpadu diantara unit kerja dalam organisasi bank dengan memperhatikan kewajiban likuiditasnya serta memperhitungkan resiko yang akan menjadi bebanya dengan tujuan pencapaian pendapatan yang optimal.

C.      Pentingnya Manajemen Aktiva Pasiva bank
Dalam mengelola aktiva pasiva, manajemen bank harus melakukannya dengan cermat dan harus senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian karena bisnis perbankan senantiasa dihadapkan pada resiko baik yang diakibatkan oleh pihak internal maupun pihak eksternal. Jika suatu bank melakukan kesalahan dalam menerapkan kebijakan pengelolaan aktiva pasivanya maka bank akan menanggung resiko yang besar. Oleh karena itu, maka bank perlu memperhatikan pengelolaan aktiva pasivanya. Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan manajemen perbankan adalah sebagai berikut :
1.         Naik turunnya tingkat bunga
2.         Perubahan struktur sumber dana
3.         Meningkatnya kebutuhan modal
4.         Persaingan yang semakin tajam
5.         Perkembangan sistem informasi
6.         Meningkatnya peran perbankan dimasyarakat
7.         Ketersediaan dana dipasar uang
8.         Perubahan komposisi aset bank
9.         Penekanan penilaian kinerja bank semakin meningkat
10.     Meningkatnya biaya operasional.

D.      Manajemen Aktiva
Manajemen aktiva adalah penggunaan atau pengelolaan dana berdasarkan sifat aktiva yaitu pengalokasian dana kedalam bentuk aktiva yang dapat memberikan hasil dan yang tidak memberikan hasil bagi bank yang bersangkutan. Penggunaan dana bank berdasarkan sifat aktiva dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1.         Aktiva produktif (earning asset) Adalah semua penanaman dana dalam bentuk rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Bagi bank konvensional yang termasuk aktiva produktif adalah :
-       Kredit yang diberikan
-       Penempatan pada bank lain
-       Surat-surat berharga
-       Penyertaan

2.    Aktiva tidak produktif (non erning asset) adalah penanaman dana kedalam aktiva yang tidak memberikan hasil bagi bank. Yang berupa :
-       Alat likuid (cash aset) yaitu : kas, giro pada bak sentral, dan giro pada bank lain.
-       Aktiva tetap dan inventaris.

JENIS AKTIVA BANK SYARI’AH
Aktiva bank syari’ah dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1.         Aktiva produktif penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk :
a.    Pembiayaan
b.    Surat berharga syari’ah
c.    Penempatan
d.   Penyertaan modal
e.    Penyertaan modal sementara
f.     Transaksi rekening administratif
g.    Sertifikat wadiah bank indonesia.

2.         Aktiva non produktif adalah aset bank selain aktiva produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk :
a.    Agunan yang diambil alih
b.    Properti terbengkalai rekening antar kantor
c.    Suspense account

E.       Cadangan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Bank wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva untuk menghindari resiko pembiayaan dan resiko lainnya mengenai pengelolaan aktiva bank syari’ah. Penyisihan penghapusan aktiva yang selanjutnya disebut PPA adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas aktiva. Ketentuan cadangan PPA yang dibentuk dapat berupa :
1.    Cadangan umum dan cadangan khusus untuk aktiva produktif ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1% dari seluruh aktiva produktif yang digolongkan lancar, surat berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan pemerintah berdasarkan prinsip syari’ah.
2.    Cadangan khusus untuk aktiva produktif dan aktiva non produktif ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar :
a.    5% dari aktiva dengan kualitas yang digolongkan dalam perhaian khusus setelah dikurangi nilai agunan.
b.    15% dari aktiva dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan.
c.    50% dari aktiva dengan kualitas yang digolongkan  diragukan setelah dikurangi nilai agunan
d.   100% dari aktiva dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi nilai agunan.

F.       Manajemen Pasiva (Konsep  Liability Management)
Manajemen Pasiva atau Liability Management merupakan suatu proses dimana bank mengelola sumber dana yang berasal dari pihak ketiga (masyarakat) di pasar uang atau dengan menerbitkan surat utang untuk memenuhi kegiatan operasional bank termasuk penyaluran kredit guna untuk mendapatkan keuntungan bagi bank.

Konsep LM mulai diperkenalkann dan digunakan bank sejak awal dekade 1960-an sebagai salah satu dampak terjadinya perubahan drsatik dilingkungan perbankan, konsep ini mulai berkembang ketika bank-bank New York menjual sertifikat depositonya dan menciptakan pasar sekundernya. Sertifikat deposito yang diperdagangkan oleh dealer sekuritas. Langkah tersebut selanjutnya diikuti oleh bank-bank lain karena mereka menyadari bahwa permintaan kredit dapat dipenuhi dengan cara membeli likuiditas dipasar uang. Dengan demikian bank-bank tidak lagi hanya tergantung sumber dana tradisional, misalnya giro, deposito berjangka, atau tabungan untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya terutama kebutuhan kredit.
Sumber-sumber non tradisional yang dapat diperoleh bank untuk memenuhi kebutuhan dananya dalam konsep LM ini antara lain : pinjaman call money, penerbitan sertifikat deposito, repurchase agreement (repo), penerbitan commercial paper, dan Eurodollar Borrowing.

Konsep LM ini memiliki dua jenis konsep pendekatan yaitu :
1.    LM yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan bank disisi aktivanya (Asset Management) dengan cara mendapatkan pinjaman jangka pendek dari pasar uang (purchased funds) melalui penerbitan instrument jangka pendek atau call money.
2.    LM dimaksudkan untuk memenuhi seluruh permintaan kredit dari nasabah. Dalam memenuhi kebutuhan kredit tersebut melalui konsep LM, jangka waktu kewajiban tidak lagi menjadi pertimbangan.

Sasaran LM adalah untuk meminimumkan biay dana, menjaga hubungan dengan nasabah, dan untuk mengimbangi dan menghindari tanpa perlu melanggar aturan-aturan yang menjadi beban bank.

G.      Asset Liability Commite / ALCO
Bagi bank yang berskala besar dengan jaringan kantor cabang yang tersebar melewati batas Negara, pengelolaan alma dilakukan oleh suatu komite tersendiri yang disebut Asset Liability Commite (ALCO) proses manajemen alma bervariasi dari satu bank ke bank lainnya dan sangat dipengaruhi oleh jenis dan ukuran besar kecilnya skala bank tersebut, filosofi, lokasi operasi, sumber daya manusia, dan alas an-alasan lainnya yang mempengaruhi manajemen bank secara keseluruhan.

Tugas-tugas ALCO :
1.    Menentukan kebijakan pendanaan dan pengalokasian dana
2.    Memperkirakan kebutuhan dan target kredit dan sumber dana
3.    Memantau posisi likuiditas dan permodalan bank serta jasa bank
4.    Menetapkan kebijakan likuiditas dikaitkan dengan kegiatan dalam pasar uang
5.    Mereview kebijakan alma
6.    Mengembangkan system dan prosedur
7.    Menyusun rekomendasi perubahan kebijakan manajemen bank.


DAFTAR PUSTAKA


Madnasir,Rodho Intan.P.H, Buku Daras Manajemen Perbankan Syari’ah I, Lampung: Fakultas yari’ah IAIN Raden Intan Lampung, 2010

Leon, Boy.Dkk, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Non Devisa, PT.Grasindo:Jakarta, 2007

Hadinoto,Soetanto, Bank Strategy on Funding and Liability, Jakarta : PT.Elex Media komputindo, 2008