BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lembaga Keuangan Syariah
Menurut SK
Menkeu RI No. 792 Tahun 1990, lembaga keuangan adalah semua badan yang
kegiatannya di bidang keuangan, meliputi penghimpunan dana dan penyaluran dana
kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.
Menurut dahlan
siamat, lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaanya terutama dalam
bentuk aset keuangan atau tagihan (claims)
dibandingkan dengan aset nonfinansial atau aset riil. Lembaga keuangan
memberikan pembiayaan/kredit kepada nasabah dan menanamkan dananya dalam
surat-surat berharga serta serta menawarkan berbagai jasa keuangan.
Kasmir
mendefinisikan lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang
keuangan, menghimpun dana dan menyalurkan dana atau kedua-duanya. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang
kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang keuangan.
Secara umum
lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan yang melakukan
proses penyerapan dana dari unit surplus ekonomi, baik sektor usaha, lembaga
pemerintah maupun individu (rumah tangga) untuk penyediaan dana bagi unit
ekonomi lain.[1]
Lembaga keuangan
syariah/ bank syariah mendapat pijakan hukum yang kuat melalui UU No. 7 Tahun
1992 tentang perbankan yang didalamnya mengintrodusir sistem pengelolaan bank
berdasarkan konsep bagi hasil, yang kemudian di tingkat teknis pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan
Prinsip Bagi Hasil.[2]
Pengertian
prinsip syariah juga dijumpai dalam pasal 1 angka 12 UU No. 21 Tahun 2008
tentang perbankan syariah yang menjelaskan prinsip hukum islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah.[3]
B.
Prinsip-Prinsip Operasional Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan
syariah didirikan dengan tujuan mempromosikan dan mengambangkan penerapan
prinsip-prinsip islam, syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan
perbankan serta bisnis yang terkait. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syarih
adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan keuangan berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa dibidang syariah dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan,
keseimbangan dan keuniversalan.[4]
Secara umum lembaga keuangan diindonesia dijalankan oleh dua jenis lembaga
keuangan yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Lembaga
keuangan bank seperti bank syariah merupakan lembaga keuangan yang memberikan
jasa lengkap, yaitu disamping menyalurkan dana atau memberikan
pembiayaan/kredit juga melakukan usaha menghimpun dana dari masyarakat luas
dalam bentuk simpanan. Kemudian usaha bank lainnya memberikan jasa-jasa
keuangan yang mendukung dan memperlancar kegiatan memberikan pinjaman dengan
menghimpun dana.[5]
C.
Jenis-Jenis Produk Lembaga Keuangan Syariah
1.
Produk Penghimpunan Dana
Dalam
penghimpunan dana BUS dan UUS melakukan mobilisasi dan investasi tabungan
dengan cara yang adil. Mobilisasi dana sangat penting karena islam sangat
melarang penumpukan dan penimbunan harta dan mendorong penggunaanya secara
produktif dalam rangka mencapai tujuan ekonomi dan sosial.[6]
Dalam produk perbankan syariah penghimpunan dana simpanan dilakukan berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan adalah sebagai berikut[7].
a.
Giro
Prinsip giro
syariah diatur dalam fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/IV/2000 yang mengatur giro
berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pemayaran lainnya, atau dengan pemindah bukuan.
Giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip
wadi’ah dan mudharabah.
Dasar Hukum Giro
:
1)
Dasar Hukum
AlQur’an
QS. Al-Baqarah :
283
(
÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ Ïjxsãù=sù
Ï%©!$#
z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,Guø9ur ©!$# ¼çm/u 3
Artinya
: jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya
2) Dasar
Hukum Hadist
Hadist Nabi Riwayat Al-Thabrani :
Artinya
: Dari Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan ditetapkan Abbas itu
mendengar Rosulullah, beliau membenarkannya (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas)
Hadist Riwayat Tirmidzi :
Artinya : perdamaian dapat dilakukan diantara kaum
muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang halal (HR. Tirmidzi
dari Amr bin Auf)
3)
Dasar Hukum
Ijma’
4)
Dasar Hukum
Qiyas :
5)
Kaidah Fiqih
“ Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Para ulama
menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak
mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya. Oleh karena itu diperlukan
adanya kerjasama diantara kedua belah pihak tersebut.[8]
Fitur dan
mekanisme giro berdasarkan wadi’ah
-
Bank bertindak
sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
-
Bank tidak
diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah.
-
Bak dapat
membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait
langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain, biaya cek/bilyet giro,
biaya materai, cetak laporan transaski dan saldo rekening, pembukaan dan
penutupan rekening.
-
Bank menjamin
pengembalian dana titipan nasabah.
-
Dana titipan
dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
Fitur dan mekanisme giro berdasarkan Mudharabah
-
Bank bertindak
sebagai pengelola dana (mudharib) dan
nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul
mal)
-
Pembagian
keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati
-
Bank dapat
mebebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait
langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro,
biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan, dan penutupan
rekening.
-
Bank tidak
diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.
b.
Tabungan
Prinsip tabungan
syariah daiatur dalam fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000. Tabungan ada dua jenis
yaitu tabungan yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu tabungan yang
berdasarkan perhitungan bunga. Dan tabungan yang dibenarkan yaitu tabungan yang
berdasarkan wadi’ah dan mudharabah.
Fitur dan
mekanisme tabungan berdasarkan wadi’ah
-
Bank bertindak
sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
-
Bank tidak
diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah.
-
Bak dapat
membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait
langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain, biaya cek/bilyet giro,
biaya materai, cetak laporan transaski dan saldo rekening, pembukaan dan
penutupan rekening.
-
Bank menjamin
pengembalian dana titipan nasabah.
-
Dana titipan
dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
Fitur dan mekanisme tabungan berdasarkan Mudharabah
-
Bank bertindak
sebagai pengelola dana (mudharib) dan
nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul
mal)
-
Pembagian
keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati
-
Bank dapat
mebebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait
langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro,
biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan, dan
penutupan rekening.
-
Bank tidak
diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.
c.
Deposito
Deposito adalah
investasi dana berdaarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah
atau UUS yang diatur dalam fatwa DSN No. 03./DSN-MUI/IV/2000.
Fitur dan
mekanisme tabungan deposito berdasarkan mudharabah :
-
Bank bertindak
sebagai pengelola dana (mudharib) dan
nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul
mal).
-
Pengelolaan dana
oleh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik
dana (mudharabah muqayadhah) atau
dilakukan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah).
-
Dalam mudharabah
muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu
yang ditentukan oleh nasabah.
-
Pembagian
keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati.
-
Penarikan dana
oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati.
-
Bank dapat
membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait
langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya materai, cetak
laporan transaksi dan saldo rekening pembukaan dan penutupan rekening.
-
Bank tidak
diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah[9]
2.
Produk Penyaluran Dana
Dalam penyaluran
dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi
kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunannya, yaitu :
-
Pembiayaan
dengan prinsip jual-beli
-
Pembiayaan
dengan prinsip sewa
-
Pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil
-
Akad pelengkap
a.
Prinsip
jual-beli (ba’i)
Konsep jual beli
dalam bisnis islami mengandung beberapa kebaikan, antara lain pembiayaan yang
diberikan selalu terkait dengan sektor riil, hal ini dikarenakan yang menjadi
dasar adalah barang yang diperjualbelikan. Selain itu harga yang disepakati
tidak akan mengalami perubahan sapai dengan akhir akad.[10]
Prinsip
jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda (transfer of property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang
yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut.
1)
Pembiayaan
Murabahah
Murabahah
merupakan transaksi jual beli dimana bank menyebut keuntungannya. Bank
bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli yang mana Harga
jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua belah
pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual
dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah
selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah selalu dilakukan dengan cara
pembayaran cicilan (bi tsaman ajil atau
muajjal).
2)
Pembiayaan Salam
Pembiayaan salam
adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam
pembiayaan salam bank bertindak sebagi pembeli, sementara nasabah sebagai
penjual. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara
pembayarannya dilakukan tunai dan ketentuannya harus dilakukan secara pasti.[11]
Dasar Hukum
Salam :
1)
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 282
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
#sÎ)
LäêZt#ys?
AûøïyÎ/
#n<Î)
9@y_r&
wK|¡B
çnqç7çFò2$$sù
Artinya
: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Qs.
Al-Maidah : 1
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& Ïqà)ãèø9$$Î/ 4
Artinya
: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu
2)
Pembiayaan
istishna’
Bai’ Al
Istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’ as-salam, oleh karena itu
ketentuan dalam istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan bai’ salam yaitu,
kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen kedua belah pihak harus
menyepakati tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat
dilakukan tawar menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan dimuka atau
secara angsuran perbulan atau dibelakang.[12]
b.
Prinsip Sewa (Ijarah)
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan
oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial
lease.[13]
c.
Prinsip bagi
hasil (Syirkah)
Pembiayaan
berdasrkan akad bagi hasil ini ditunjukan untuk memenuhi kepentingan nasabah
akan modal atau tambahan modal untuk melaksanakan suatu usaha yang produktif. Secara
umum prinsip bagi hasil dalam islamic Banking
dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu: musyarakah, mudharabah, muzara’ah, musaqah[14], namun Dalam praktik perbankan dikenal dua
macam pembiayaan yang didasarkan pada akad bagi hasil, yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Pembiayaan mudharabah pada
prisnsipnya adalah pembiayaan yang diberikan bank (shahibul maal) kepada nasabah (mudharib)
sejumlah modal kerja untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian
menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit
and loss sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan berdaarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya.
d.
Akad Pelengkap
Pada dasarnya
akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi ditujukan
untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, dalam akad pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad yang besarnya pengganti
biaya ini hanya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Akad-akad
pelengkap tersebut dapat berupa :
1)
Hiwalah (alih
utang piutang)
Tujuan hiwalah
adalah untuk membantu suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya. Bank dapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk
mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan
penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran transaski antara
yang memindahkan piutang dengan yang berhutang.
2)
Rahn (gadai)
Tujuan akad rahn
adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan
pembiayaan.
3)
Qardh
Qardh adalah
pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu :
a.
Sebagai pinjaman
talangan haji
b.
Sebagai pinjaman
tunai dari produk kartu kredit syariah
c.
Sebagai pinjaman
kepada pengusaha kecil
d.
Sebagai pinjaman
pengurus bank.
4)
Wakalah
(perwakilan)
Wakalah adalah
aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti L/C, inkaso, dan
transfer uang.
3)
Kafalah (garansi
bank)
Garansi bank
dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin suatu kewajiban pembayaran.[15]
3.
Produk Jasa
a.
Latter of Credit (L/C)
Impor syariah
Merupakan surat
pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank atas
permintaan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu. Adapun akad yang
digunakan dalam penerbitan L/C impor syariah ini yaitu akad wakalah bil ujrah dan kafalah. Wakalah
bil ujjrah adalah akad wakalah dengan memberikan fee atau imabalan kepada
wakil, yaitu dapat dilakukan tersendiri atau disertai dengan qardh atau
mudharabah atau hawalah, sedangkan kafalah adalah penjaminan yang diberikan
oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful’ anhu, ashil).
b.
Bank garansi
syariah
Yaitu jaminan
yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan
kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga
dimaksud. Akad yang dipakai dalam produk ini adalah kafalah yakni berupa
jaminan kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak ke dua atau yang
ditanggung.
c.
Transfer dan
inkaso
Merupakan jassa
yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan dana dari rekening
nasabah (transfer) atau melakukan penagihan untuk rekening nasabah.
d.
Gadai syariah (Rahn)
Gadai yaitu
penyerahan barang sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang. Adapun akad yang
dipakai adalah akad rahn, qard, dan ijarah.
Rahn adalah
penyerahan barang dari nasabah kepada bank sebagai jaminan untuk mendapatkan
hutang. Qardh adalah pinjam-meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak
peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam
jangka waktu tertentu. Ijarah adalah sewa menyewa atas suatu barang dan atau
jasa antara pemilik obyek sewa dengan penyewa untuk memperoleh manfaat dengan
imbalan berupa sewa atau upah.
e.
Syariah Charge
Card
Merupakan alat
pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran
atas kewajiban yang timbul dari suatu keigiatan ekonomi, termasuk transaksi
pembelanjaan untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran
pemegang kartu berkewajibanmelakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut
secara sekaligus pada waktu yang telah ditetapkan.
f.
Penukaran valuta
asing (sharf)
Penukaran jasa
valuta asing merupakan jasa yang diberikan bank syariah untuk membeli atau
menjual valuta asing yang sama maupun berbeda yang hendak ditukarkan atau
dikehendaki oleh nasabah.
g.
Jasa pembayaran
Jasa pembayaran
merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah kepada pemegang rekening
simpann atau investasi dalam rangka mempermudah transaksi pembayaran atas beban
rekening dimaksud. Dalam produk ini ada dua jenis akad yang digunakan yakni
akad wakalah dan akad ijarah.[16]
[1]
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009)hal.27-29.
[2]
Abdul Ghofur Anshari, Penerapan Prinsip
Syariah Dalam Lembaga Keuangan Lembaga Pembiayaan danPerusahaan Pembiayaan,(Yogyakarta,
pustaka Pelajar, 2008) hal. 10.
[3] Ibid, hal. 13.
[4] Ibid, hal. 35.
[5] Ibid. Hal. 45
[6]
Andri Soemitra, Loc Cit. hal. 73
[7]
Abdul Ghofur Anshari, Op Cit, hal. 19
[8] Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.
01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro.
[9]
Andri Soemitra, Op Cit. hal.74-78
[10]
Veithzal Rivai, Andria Permata Veitthzal,Islamic
Financial Management, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008) hal. 116.
[11]
Adiwarman A.Karim, Bank Islam,(Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2010) hal. 97-100
[12]
Kasmir,Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002) hal. 225.
[13]
Kasmir, Ibid. hal. 226.
[14]
Veithzal Rivai, Andria Permata Veitthzal,
Op Cit. hal. 120
[15]
Adiwarman A.Karim, Op Cit. hal. 105-107
[16] Abdul
Ghafur Anshari, Loc, Cit. hal. 23-33.