Thursday, 20 March 2014

MODEL EKONOMI TA'AWUN PERBEDAAN DAN PERSAMAAN



BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Tolong menolong atau ta’awun adalah kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan membuktikan, bahwa suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan pihak lain, pasti tidak akan dapat dilakukan sendirian oleh seseorang meski dia memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu.
Ini menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu adalah keharusan dalam hidup manusia.Allah Ta’ala telah berfirman,”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah: 2)
…… (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 ……
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. pada dasarnya kita sebagai manusia sosial diharuskan untuk saling tolong menolong antar sesama dalam hal kebaikan tak terkecuali dalam kegiatan ekonomi misalnya ijarah. Pada makalah ini akan menerangkan beberapa keterkaitan antara ta’awun dengan ijarah serta bentuk keadilan dan persamaanya.

B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diuraikan masalah mengenai keterekaitan antara ta’awun dengan ijarah







BAB II
PEMBAHASAN


A.      Konsep Ta’awun dalam Ekonomi
Artinya:Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(Qs Al maidah: 2)
Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada transaksi perdagangan, bisnis jual beli. Dimana kita harus tolong-menolong dalam hal kebaikan. Membantu yang sedang kesusahan, bekerja-sama, gotong-royong demi terciptanya keuntungan dan manfaat untuk semua. Dalam ayat ini juga terdapat larangan untuk kerjasama (tolong-menolong) dalam hal berbuat kejahatan. Jika direnungkan dalam kegiatan ekonomi maka ayat ini melarang kita untuk melakukan transaksi yang bathil, bukan hanya sendiri tetapi secara bersama-sama pun dilarang.
Tolong-menolong dalam kegiatan ekonomi identik dengan Akad Tabarru. Yakni segala macam perjanjian yang menyangkut (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad tabarru dilakukan dengan tujuan tolong-menolong (taawun) dalam rangka berbuat kebaikan. Tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan. Dalam akad tabarru pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratakan imbalan apa pun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru tersebut. Namun ia tidak boleh sedkit pun mengambil laba dari akad tabarru tersebut.[1]
Berangkat dari pengertian ayat diatas berarti bertolong-tolonglah kamu yang menyenangkan hati banyak orang dan diridhai Allah. Jika seorang manusia dapat melakukan yang demikian maka sempurnalah kebahagiannya. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah karena bahwasanya Allah itu keras dalam menjatuhkan hukuman. Adalah sebagai peringatan kepada manusia, bahwa Allah jika menjatuhkan hukumannya amat beratlah pikulan manusia, sebab itu bertaqwalah kepada-Nya.[2]

B.       Konsep Ijarah
a.    Pengertian
Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.[3]

b.   Fitur dan Mekanisme
1.    Hak Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir), yaitu memperoleh pembayaran sewa dan/atau biaya lainnya dari penyewa (musta’jir);dan mengakhiri akad Ijarah dan menarik objek Ijarah apabila penyewa tidak mampu membayar sewa sebagaimana diperjanjikan.
2.    Kewajiban perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa antara lain, yaitu:
a.    menyediakan objek ijarah yang disewakan;
b.    menanggung biaya pemeliharaan objek ijarah;
c.    menjamin objek ijarah yang disewakan tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan baik.
3.    Hak penyewa (musta’jir), antara lain meliputi:
a.    menerima objek ijarah dalam keadaan baik dan siap dioperasikan;
b.    menggunakan objek ijarah yang disewakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diperjanjikan.
4.    Kewajiban penyewa antara lain meliputi:
a.    membayar sewa dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan;
b.    mengembalikan objek iajrah apabila tidak mampu membayar sewa;
c.    menjaga dan menggunakan objek ijarah sesuai yang diperjanjikan;
d.   tidak menyewakan kembali dan/atau memindahtangankan objek ijarah kepada pihak lain.

c.    Sifat dan Hukum Akad Ijarah
Para ulama Fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan.
Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.

d.   Keterkaitan antara ta’awun dan konsep ijarah
Dengan melihat kedua penjelasan diatas maka ada keterkaitan antara ta’awun dengan ijarah. Dimana dalam ta’awun diterangkan bahwa Tolong-menolong dalam kegiatan ekonomi identik dengan Akad Tabarru. Yakni segala macam perjanjian yang menyangkut (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad tabarru dilakukan dengan tujuan tolong-menolong (taawun) dalam rangka berbuat kebaikan. Sedangkan ijarah merupakan akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri sebagai contohnya yaitu rentalan mobil yang termasuk ijarah bil manfaat yaitu sewa menyewa yang bersifat manfaat. misalnya budi menyewa atau rental mobil di peusahaan milik pak edi, disini pasti ada kesepakatan akad tentang sewa mobil tersebut antar kedua belah pihak. Budi mempunyai hak dan kewajiban terhadap mobil yang disewanya begitu juga pak edi.
Dengan melihat contoh tersebut penulis menyimpulkan bahwa adanya sifat tolong menolong antara kedua belah pihak yang saling menguntungkan, budi mendapatkan manfaat dari sewa tersebut dan pak edi mendapatkan uang atas jasa rental mobilnya.disi jelas bahwa ijarah memang diperbolehkan oleh islam dengan melihat maslahatnya.

C.      Bentuk Keadilan Dalam Ijarah
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan juga dapat berarti suatu tindakan yang tidak berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak, memberikan sesuatu kepada orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya. Bertindak secara adil berarti mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan yang salah, bertindak jujur dan tepat menurut peraturan dan hukum yang telah ditetapkan serta tidak bertindak sewenang-wenang.
Keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara penuntutan hak dan menjalankan kewajiban. Berdasarkan segi etis, manusia diharapkan untuk tidak hanya menuntut hak dan melupakan atau tidak melaksanakan kewajibannya sama sekali. Sikap dan tindakan manusia yang semata-mata hanya menuntut haknya tanpa melaksanakan kewajibannya akan mengarah pada pemerasan atau perbudakan terhadap orang lain.[4]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa adanya prinsip keadilan didalam ijarah bukan berarti dalam bentuk sama rata tetapi keadilan dalam ijarah diartikan sebagai adanya persamaan pembagian porsi atas hak guna atau manfaat dalam akad ijarah yang dilakukan oleh kedua belah pihak.


[1] Adiwarman Karim, Bank Islam:Analisis Fiqih Dan Keuangan, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2004), h.66

[2] Syekh H Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al Ahkam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h.333
[3] Andri Soemitra,MA. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Jakarta: Kencana 2009 Ed.1 Cet.1 h.349
[4] http://gadingmahendradata.wordpress.com/2009/11/27/keadilan-dalam-islam-dan-bisnis/

0 comments:

Post a Comment