Monday, 31 October 2011

Me and Friend's

Metodologi Studi Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.

Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.

Menurut Fazlur Rahman secara eksplisit dasar ajaran Alquran adalah moral yang memancarkan titik beratnya pada monoteisme dan keadilan sosial. Tesis ini dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang ibadah yang penuh dengan muatan peningkatan keimanan, ketaqwaan yang diwujudkan dalam akhlak yang mulia.


BAB II

KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA

A. Pengertian Agama

Secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologis) dan sudut istilah (terminologis). Mengartikan agama dari sudut istilah kebahasaan akan terasa lebih mudah daripada mengartikan agama dari sudut istilah karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subyektivitas dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik mendefinisikan agama. James H. Leuba, meyimpulkan bahwa usaha untuk membuat defenisi agama itu tak ada gunanya karena hanya merupakan kepandaian bersilat lidah. Selanjutnya Mukti Ali pernah mengatakan, barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan defenisi selain dari kata agama. Pernyataan ini didasarkan kepada tiga alasan. Pertama, bahwa pengalaman agama adalah soal batin, subyektif dan sangat individualis. Kedua barangkali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional daripada orang yang membicarakan agama. Karena itu, setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata agama itu sulit didefinisikan. Ketiga, kosepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut.

Senada dengan Mukti Ali, M. Sastrapratedja mengatakan bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum adalah adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama dan disamping adanya perbedaan juga dalam cara memahmi serta penerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interpretasi diri yang berbeda dan keluasan interpretasi diri itu juga berbeda-beda..

Sampai sekarang perdebatan tentang definisi agama masih belum selesai, sehingga W.H. Clark, seorang ahli Ilmu Jiwa Agama, sebagaimana dikutip Zakiah Daradjat mengatakan, bahwa tidak ada yang lebih sukar daripada mencari kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat definisi agama karena pengalaman agama adalah subyektif, intern dan individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dari orang lain.

Pengertian agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci.

Selanjutnya din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan

Sementara itu Elizabeth K Nottingham yang pendapatnya tersebut tampak lebih menunjukkan pada realitas objektif, yaitu bahwa ia melihat pada dasaranya agama itu bertujuan mengangkat harkat dan martabat manusia dengan cara memberikan suasana batin yang nyaman dan menyejukkan, tapi juga agama terkadang disalah-gunakan oleh penganutnya untuk tujuan-tujuan yang merugikan orang lain.

Substansi agama bersifat transenden tetapi juga sekaligus imanen. Ia transenden, karena substansi agama sulit didefinisikan dan tidak terjangkau kecuali melalui predikat atau bentuk formalnya yang lahiriah. Namun begitu, agama juga imanen karena sesungguhnya hubungan antara predikat dan substansi tidak mungkin dipisahkan. Kalau saja substansi agama bisa dibuat hierarki, maka substansi agama yang paling primordial hanyalah satu. Ia bersifat parennial, tidak terbatas karena ia merupakan pancaran dari yang mutlak. Ketika substansi agama hadir dalam bentuk yang terbatas, maka sesungguhnya agama pada waktu yang sama bersifat universal sekaligus partikular.

Karena banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan para ahli, Harun Nasution mengatakan bahwa dapat diberi definisi sebagai berikut :

1). Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi;

2). Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia;

3). Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia;

4). Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu;

5). Suatu sistem tingkah laku (code of condut) yang berasal dari kekuatan gaib;

6). Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib;

7). Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia;

8). Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul (utusan Allah).

Selanjutnya, Taib Thahir Abdul Mu’in mengemukakan definisi agama sebagai suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi di atas, kita dapat menjumpai 4 unsur yang menjadi karakteristik agama sebagai berikut :

a). Pertama, unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib.

b). Kedua, unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan yang dimaksud.

c). Ketiga, unsur respon yang bersifat emosional dari manusia

d). Keempat, unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib.

B. Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama

Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Keempat alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Latar Belakang Fitrah Manusia

Dalam bukunya yang berjudul Perspektif Manusia dan Agama, Murthada Muthahhari mengatakan, bahwa di saat berbicara tentang para nabi, Imam Ali as. menyebutkan bahwa mereka diutus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya.

Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. bukti manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti-bukti historis dan antropologis kita mengetahui bahwa pada manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, sungguh pun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas pada daya khayalnya.

Sebagian hipotesis mengatakan bahwa agama adalah produk rasa takut. Seperti rasa takut manusia dari alam, dari gelegar suara guruh yang menggetarkan, dari luasnya lautan, dan dari deburnya ombak yang menggulung serta gejala-gejala alamiah lainnya. Sebagai akibat dari rasa takut ini, terlintaslah agama dalam benak manusia. Lucterius, seorang filosof Yunani yang pendapatnya dikutip Murthada Muthahhari mengatakan bahwa nenek moyang pertama para dewa adalah dewa ketakutan. Hipotesis lainnya mengatakan bahwa agama adalah produk kebodohan. Sebagian orang percaya bahwa faktor yang mewujudkan agama adalah kebodohan manusia, sebab manusia, dengan wataknya selalu cenderung untuk mengetahui sebab-sebab dan hukum-hukum yang berlaku atas alam ini serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya.

Dari beberapa hipotesis tersebut telah banyak dibuktikan kegagalannya oleh para ahli karena dasar hipotesis tersebut adalah pemikiran manusia yang terbatas, sedangkan agama yang benar mesti datang dari yang Maha Tidak Terbatas, yaitu Tuhan. Hipotesis tersebut sekedar menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi beragama, namun potensi tersebut jka tidak diarahkan akan menimbulkan kekeliruan.

Adanya naluri beragama (bertuhan) tersebut lebih lanjut dapat semakin diperjelas jika kita mengkaji bidang tasawuf. Ketika kita mengkaji paham hulul dari Al-Hallaj (858 – 933 M) misalnya kita jumpai pendapatnya bahwa pada diri manusia terdapat sifat dasar ke-Tuhanan yang disebut lahut, dan sifat dasar kemanusiaan yang disebut nasut. Demikian pula pada diri Tuhan pun terdapat sifat lahut dan nasut. Sifat lahut Tuhan mengacu pada zat-Nya, sedangkan sifat nasut Tuhan mengacu pada sifat-Nya. Sementara itu sifat nasut manusia mengacu pada unsur lahiriah dan fisik manusi, sedangkan sifat lahut manusia mangacu kepada unsur batiniah dan Ilahiah. Jika manusia mampu merdam sifat nasutnya maka akan tampak adalah sifat lahutnya. Dalam keadaan demikian terjadilah pertemuan antara nasut Tuhan dengan lahut manusia, dan inilah yang dinamakan hulul.

2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia

Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata Al-Nafs. Menurut Qurash Shihab, bahwa dalam pandangan Alquran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan

Sedangkan perbedaan pengertian kata ini menurut Alquran dengan terminologi kaum Sufi, oleh Al-Qusyairi dalam risalahnya dinyatakan bahwa nafs dalam pengertian sufi adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk. Pengertian kaum Sufi tentang nafs ini sama dengan yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang antara lain menjelaskan bahwa nafs adalah dorongan hati yang kuat untuk berbuat yang kurang baik.

Dan Kaum Mu’tazilah mewajibkan pada Tuhan agar menurunkan wahyu dengan tujuan agar kekurangan yang dimiliki akal dapat dilengkapi dengan informasi yang datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Mu’tazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia memerlukan wahyu.

3. Tantangan Manusia

Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan.

Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan uapaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan.

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dan Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi kegenerasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yang didalamnya mencakup unsur emosional dan kenyataan bahwa kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan ghaib tersebut.

Barang Publik dan Eksternalitas

MAKALAH PENGANTAR ILMU EKONOMI

TENTANG

BARANG PUBLIK DAN EKSTERNALITAS


Disusun Oleh :

Jumadi ( 1121040179 )

FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

RADEN INTAN LAMPUNG

2011/2012


BAB I

PENDAHULUAN

Dalam suatu perekonomian modern, setiap aktivitas mempunyai keterkaitan dengan aktivitas lainnya. Apabila semua keterkaitan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau melalui suatu sistem, maka keterkaitan antar berbagai aktivitas tersebut tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi banyak pula keterkaitan antar kegiatan yang tidak melalui mekanisme pasar sehingga timbul berbagai macam masalah. Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah apa yang disebut dengan eksternalitas. Secara umum dapat dikatakan bahwa eksternalitas adalah suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan. Dalam literatur asing, efek samping mempunyai istilah seperti : external effects, externalities, neighboorhood effects, side effects, spillover effects (Mishan, 1990). Efek samping dari suatu kegiatan atau transaksi ekonomi bisa positif (positive external effects, external economic) maupun negatif (negative external effects, external diseconomic). Dalam kenyataannya, baik dampak negatif maupun efek positif bisa terjadi secara bersamaan dan simultan. Dampak yang menguntungkan misalnya seseorang yang membangun sesuatu pemandangan yang indah dan bagus pada lokasi tertentu mempunyai dampak positif bagi orang sekitar yang melewati lokasi tersebut. Sedangkan dampak negative misalnya polusi udara, air dan suara. Ada juga ekternalitas yang dikenal sebagai eksternalitas yang berkaitan dengan uang (pecuniary externalities) yang muncul ketika dampak eksternalitas itu disebabkan oleh meningkatnya harga. Misalnya, suatu perusahaan didirikan pada lokasi tertentu atau kompleks perumahan baru dibangun, maka harga tanah tersebut akan melonjak tinggi. Meningkatnya harga tanah tersebut menimbulkan dampak external yang negatif terhadap konsumen lain yang ingin membeli tanah disekitar daerah tersebut. Dalam contoh di atas efek tersebut dalam perubahan harga tanah, dimana kesejahteraan masyarakat berubah tetapi perubahan itu akan kembali ke keadaan keseimbangan karena setiap barang akan menyamakan rasio harga-harga barang dengan marginal rate of substitution (MRS). Jadi, suatu fakta bahwa tindakan seseorang dapat mempengaruhi orang lain tidaklah berarti adanya kegagalan pasar selama pengaruh tersebut tercermin dalam harga-harga sehingga tidak terjadi ketidak efisienan dalam perekonomian. Jadi, yang dimaksud dengan eksternalitas hanyalah apabila tindakan seseorang mempunyai dampak terhadap orang lain atau segolongan orang lain tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi.


BAB II

EKSTERNALITAS DAN INEFISIENSI PASAR

Eksternalitas adalah kerugian atau keuntungan yang diderita atau dinikmati pelaku ekonomi karena tindakan pelaku ekonomi lain yang tidak tercermin dalam harga pasar. sedangkan efisiensi pasar adalah suatu keadaan apabila suatu pasar sudah dapat mengalokasikan seluruh sumber-sumber daya yang pada umumnya secara efisien.

2.1 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EKSTERNALITAS

Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumber daya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang. Bagaimana mekanisme timbulnya eksternalitas dan ketidakefisienan dari alokasi sumber daya sebagai akibat dari adanya faktor diatas diuraikan satu per satu berikut ini.

1. Keberadaan Barang Publik

Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public good) didefinisikan sebagai barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat.

2. Ketidak Sempurnaan Pasar

Masalah lingkungan bisa juga terjadi ketika salah satu partisipan didalam suatu tukar manukar hak-hak kepemilikan (property rights) mampu mempengaruhi hasil yang terjadi (outcome). Hal ini bisa terjadi pada pasar yang tidak sempuna (Inperfect Market) seperti pada kasus monopoli (penjual tunggal).

3. Kegagalan Pemerintah

Sumber ketidakefisienan atau eksternalitas tidak saja diakibatkan oleh kegagalan pasar tetapi juga karena kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan pemerintah banyak diakibatkan karena kepentingan pemerintah sendiri atau kelompok tertentu (interest groups) yang tidak mendorong efisiensi. Kelompok tertentu ini memanfaatkan pemerintah untuk mencari keuntungan (rent seeking) melalui proses politik.

2.2 Eksternalitas negatif dan positif dalam produksi maupun konsumsi

1. Eksternalitas negative dari produksi

Pengertian eksternalitas negatif lebih kurang adalah efek samping yang negatif dari suatu tindakan dari pelaku ekonomi (katakanlah suatu perusahaan) yang di derita oleh pihak yang tidak terlibat dalam tindakan ekonomi tersebut (bystander). Misalnya pada umumnya pabrik akan mengeluarkan asap. Yang secara umum dapat dikatakan bahwa setiap tindakan ekonomi berpotensi membawa efek samping, yang permasalahannya hanya pada tingkat gangguannya saja. Dengan demikian, pelarangan secara total akan menghentikan kegiatan ekonomi pada sektor usaha ini. dengan adanya efek negatif ini maka biaya tidak hanya ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Total biaya (internal perusahaan dan eksternal perusahaan) biasa disebut sebagai biaya sosial (social cost). dengan adanya hal tersebut mak biaya ekternal dapat dibuat menjadi internal sehingga menjadi biaya perusahaan yang tercantum dalam dokumen akuntansi. dengan demikian biaya total perusahaan menjadi lebih tinggi dan dengan sendirinya akan menaikan harga jual produk yang dihasilkan.

2. Eksternalitas Positif dari Produksi

Yang dimaksud dengan eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan dari suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap orang lain tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan. meskipun banyak pasar dimana biaya social melebihi biaya pribadi, ada pula pasar-pasar yang justru sebaliknya, yakni biaya pribadi para produsen lebih besar dari biaya sosialnya.di pasar inilah, eksternalitasnya bersifat positif, dalam arti menguntungan pihak lain (selain produsen dan konsumen). Contoh yang dapat di kemukakan disini adalah pasar robot industry (robot yang khusus di rancang untuk melakukan kegiatan atau fungsi tertentu di pabrik-pabrik).

Robot adalah ujung tombak dari kemajuan tekhnologi yang mutakhir. Sebuah perusahaan yang mampu membuat robot, akan berkesempatan besar menemukan rancangan-rancangan rekayasa baru yang serba lebih baik. Rancangan ini tidak hanya akan menguntungkan perusahaan yang bersangkutan, namun juga masyarakat secara keseluruhan karena pada akhrnya rancangan itu akan menjadi pengetahuan umum yang bermanfaat.

3. Eksternalitas dalam konsumsi

Sejauh ini, eksternalitas yang telah kita bahas hanya eksternalitas yang berkaitan dengan kegiatan produksi. Selain itu masih ada eksternalitas yang terkandung dalam kegiatan konsumsi. Konsumsi minuman beralkohol, misalnya, mengandung eksternalitas negatif jika si peminum lantas mengemudikan mobil dalam keadaan mabuk atau setengah mabuk, sehingga membahayakan pemakai jalan lainnya. Eksternalitas dalam konsumsi ini juga ada yang bersifat positif. Contohnya adalah konsumsi pendidikan. Semakin banyak orang yang terdidik, masyarakat atau pemerintahnya akan diuntungkan. Pemerintah akan lebih mudah merekrut tenaga-tenaga cakap, sehingga pemerintah lebih mampu menjalankan fungsinya dalam melayani masyarakat.

2.1 Solusi Swasta Terhadap Eksternalitas

Kita telah menyimak bahwa keberadaan eksternalitas itu dapat mengakibatkan alokasi sumber daya yang dilakukan oleh pasar menjadi tidak efisien. Namun sejauh ini kita baru mengulas secara sekilas tentang cara-cara mengatasi eksternalitas tersebut. Dalam prakteknya, bukan hanya pemerintah saja yang perlu dan dapat mengatasi eksternalitas itu, melainkan juga pihak-pihak nonpemerintah, baik itu pribadi/kelompok maupun perusahaan/ organisasi kemasyarakatan. Untuk mudahnya, kita sebut saja pihak-pihak nonpemerintah tersebut sebagai pihak “pribadi” atau “swasta”. Pada dasarnya, tujuan yang hendak dicapai oleh pemerintah maupun pihak swasta (perorangan dan kelompok), berkenaan dengan penanggulangan eksternalitas itu sama saja, yakni untuk mendorong alokasi sumber daya agar mendekati kondisi yang optimum secara sosial. Pada bagian pembahasan berikut kita akan menelaah solusi-solusi atau upaya-upaya yang dilakukan oleh pribadi atau swasta (private solutions) dalam mengatasi persoalan eksternalitas.

1. Jenis-jenis Solusi Swasta

Inefisiensi pasar akibat eksternalitas tidak perlu selalu harus atau bisa diatasi dengan penegakan atau peningkatan standar moral, atau ancaman penerapan sanksi sosial. Misalnya, mengapa orang-orang secara sadar tidak mau membuang sampah sembarangan? Peraturan resmi yang mengatur tentang sampah memang ada, namun di banyak tempat, peraturan semacam itu tidak dijalankan secara sungguh-sungguh. Kita tidak mau membuang sampah disembarang tempat juga bukan karena takut dengan peraturan-peraturan semacam itu, namun karena kita mengetahui atau menyadari bahwa tidaklah baik dan tidak patut sejak kita masih kanak-kanak, bahwa kita boleh melakukan sesuatu moral inilah yang kemudian membatasi perilaku dan tindakan kita, agar sedapat mungkin tidak merugikan orang lain. Dalam bahasa ekonomi, ajaran agama itu meminta kita untuk melakukan internalisasi eksternalitas.

Contoh lain solusi swasta, adalah derma atau amal yang seringkali sengaja diorganisasikan untuk mengatasi suatu eksternalitas. Contohnya adalah Sierra Club, sebuah organisasi sosial swasta yang sengaja dibentuk untuk turut melestarikan lingkungan hidup. Organisasi ini mengandalkan pemasukannya dari donasi pihak-pihak yang bersimpati atau iuran anggota. Hal ini sebagai contoh untuk eksternalitas negatif. Sedangkan untuk eksternalitas positif, kita mengetahui banyak perguruan tinggi yang membentuk yayasan yang menghimpun sumbangan dari para alumni, perusahaan, atau pihak-pihak lain, untuk kemudian disalurkan sebagai beasiswa.

Pasar swasta terkadang juga mampu mengatasi masalah eksternalitas, dengan membiarkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengatasinya. Motif utama mereka memang untuk memenuhi kepentingannya sendiri, namun dalam melakukan suatu tindakan , mereka juga sekaligus mengatasi eksternalitas. Sebagai contoh, kita lihat saja apa yang akan dilakukan oleh seorang petani apel dan seorang peternak lebah yang hidup berdekatan. Pada saat lebah-lebah itu mencari madu dari satu bunga apel ke bunga lainnya, mereka membantu penyerbukan dan mempercepat pohon-pohon apel itu berbuah. Ini menguntungkan si petani apel. Sedangkan si peternak juga untung karena ia tidak perlu memberi makan lebah-lebahnya. Namun jika kerja sama terselubung yang saling menguntungakan itu tidak dipehitungkan, maka kedua belah pihak bisa merugi. Jika pohon apel yang ditanam si petani terlalu sedikit, maka lebah-lebah itu akan kekurangan makanan. Sebaliknya, jika lebah yang dipelihara si peternak terlalul sedikit, maka proses penyerbukan tidak lancar. Eksternalitas ini dapat diinternalisasikan dengan cara penggabungan kedua usaha. Si petani membeli seluruh atau sebagian usaha peternakan lebah, atau sebaliknya si peternak membeli seluruh atau sebagian pohon apel. Jika kedua usaha itu disatukan, maka pengelolanya akan lebih mudah menentukan berapa banyak pohon apel yang harus ditanam, dan berapa ekor lebah yang harus dipelihara, demi membuahkan hasil yang maksimal. Dalam kenyataannya, niat untuk mengupayakan internalisasi eksternalisasi seperti itulah, yang merupakan penyebab mengapa banyak perusahaan yang menekuni lebih dari satu bidang/ jenis usaha sekaligus. Cara lain di pasar swasta dalam mengatasi eksternalitas adalah, penyusunan kontrak atau perjanjian di antara pihak-pihak yang menaruh kepentingan.

2. Teorema Coase

Ada sebuah pemikiran yang disebut teorema Coase (Coase therem) mengambil nama perumusnya, yakni ekonom Ronald Coase-yang menyatakan bahwa solusi swasta bisa sangat efektif seandainya memenuhi satu syarat. Syarat itu adalah pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan negosiasi atau merundingkan langkah-langkah penanggulangan masalah eksternalitas yang ada diantara mereka, tanpa menimbulkan biaya khusus yang memberatkan alokasi sumber daya yang sudah ada. Menurut teorema Coase, hanya jika syarat itu terpenuhi, maka pihak swasta itu akan mampu mengatasi masalah eksternalitas dan meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya.

3. Penyebab Gagalnya Solusi Swasta

Logika teorema Coase memang meyakinkan, namun tidak selamanya sesuai dengan kenyataan yang ada. Dalam prakteknya, kita tahu bahwa pelaku-pelaku ekonomi swasta/pribadi seringkali gagal memperoleh pemecahan yang efisien, atas suatu masalah yang bersumber dari eksternalitas. Teorema Coase ternyata hanya berlaku, jika pihak-pihak yang berkepentingan tidak dihadapkan pada kendala untuk mencapai dan melaksanakan kesepakatan. Itu berarti, peluang kesepakatan memang selalu terbuka, namun hal itu tidak selalu bisa diwujudkan.

BAB III

KEBIJAKAN PUBLIK DALAM MENGATASI EKSTERNALITAS

Setiap kali eksternalitas muncul sehingga mengakibatkan alokasi sumber daya yang dilakukan pasar tidak efisien, pemerintah dalam melakukan salah satu dari dua pilihan tindakan yang ada. Pilihan pertama adalah menerapkan kebijakan-kebijakan atau pendekatan komando dan kontrol (command-and-control policies), atau menerapkan kebijakan-kebijakan berdasarkan pendekatan pasar (market-base policies). Bagi para ekonom, pilihan kedua lebih baik, karena kebijakan berdasarkan pendekatan pasar akan mendorong para pembuat keputusan di pasar swasta, untuk secara sukarela memilih mengatasi masalahnya sendiri.

3.1 Regulasi

Pemerintah dapat mengatasi suatu eksternalitas dengan melarang atau mewajibkan perilaku tertentu dari pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh, untuk mengatasi kebiasaan membuang limbah beracun ke sungai, yang biaya sosialnya jauh lebih besar dari pada keuntungan pihak-pihak yang melakukannya, pemerintah dapat menyatakannya sebagai tindakan kriminal dan akan mengadili serta menghukum pelakunya. Dalam kasus ini pemerintah menggunakan regulasi atau pendekatan komando dan kontrol untuk melenyapkan eksternalitas tadi.

Namun kasus-kasus polusi umumnya tidak sesederhanana itu. Tuntutan para pecinta lingkungan untuk menghapuskan segala bentuk polusi, sesungguhnya tidak mungkin terpenuhi, karana polusi merupakan efek sampingan tak terelakkan dari kegiatan produksi industri. Contoh yang sederhana, semua kendaraan bemotor sesungguhnya mengeluarkan polusi. Jika polusi ini hendak dihapus sepenuhnya, maka segala bentuk kendaraan bermotor harus dilarang oleh pemerintah, dan hal ini tidak mungkin dilakukan. Jadi, yang harus diupayakan bukan penghapusan polusi secara total, melainkan pembatasan polusi hingga ambang tertentu, sehingga tidak terlalu merusak lingkungan namun tidak juga menghalangi kegiatan produksi. Untuk menentukan ambang aman tersebut, kita harus menghitung segala untung ruginya secara cermat.

3.2 Pajak Pigovian dan Subsidi

Selain menerapkan regulasi, untuk mengatasi eksternalitas, pemerintah juga dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada pendekatan pasar, yang dapat memadukan insentif pribadi/swasta dengan efisiensi sosial. Sebagai contoh, seperti telah disinggung diatas pemerintah dapat menginternalisasikan eksternalitas dengan menggunakan pajak terhadap kegiatan-kegiatan yang menimbulkan eksternalitas negatif, dan sebaliknya memberi subsidi untuk kegiatan-kegiatan yang memunculkan eksternalitas positif. Pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak dari suatu eksternalitas negatif lazim disebut sebagai Pajak Pigovian (Pigovian tax), mengambil nama ekonom pertama yang merumuskan dan menganjurkannya, yakni Arthur Pigou (1877-1959).
Para ekonom umumnya lebih menyukai pajak Pigovian dari pada regulasi sebagai cara untuk mengendalikan polusi, karena biaya penerapan pajak itu lebih murah bagi masyarakat secara keseluruhan.

BAB IV

BARANG PUBLIK DAN SUMBER DAYA MILIK BERSAMA

Barang publik ( public goods ) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public good) didefinisikan sebagai barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat.

4.1 Jenis-Jenis Barang

1. Barang Pribadi/Swasta ( private goods )

Yakni barang-barang yang memiliki sifat ekskludabilitas dan sifat bersaingan.

2. Barang Publik ( public goods )

Yakni barang-barang yang tidak memiliki sifat ekskludabilitas maupun sifat sifat persaingan.

3. Sumber daya milik bersama ( common resources )

Yakni barang-barang yang tidak memiliki sifat ekskludabilitas, namun memiliki sifat persaingan.

4. Ada pula barang yang memiliki ekskludabilitas, namun tidak memiliki sifat

persaingan. Barang seperti ini hanya muncul dalam situasi “monopoli alamiah” (natural monopoly).


4.2 Analisis Biaya Manfaat

Analisis biaya adalah suatu studi yang bertujuan menghitung segenap biaya dan keuntungan dari suatu proyek, bagi masyarakat secara keseluruhan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis biaya manfaat :

1. Biaya Pengadaan (Procurement Coast), yaitu semua biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan pengadaan suatu barang.

2. Biaya Persiapan Operasional (Star Up Coast), yaitu semua biaya yang dikeluarkan sebagai upaya membuat system untuk siap di operasikan.

3. Biaya Proyek (Project Related Coast), yaitu biaya yang berkaitan dengan biaya mengembangkan system termasuk biaya penerapannya.

4. Biaya Operasional (Ongoing and Maintenance Coast), yaitu biaya untuk mengoperasikan system agar system dapat berjalan dengan baik.

Sedangkan komponen manfaat atau dalam hal ini dapat disebut juga sebagai efektifitas yang di dapat dari sebuah system informasi dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Manfaat atau efektifitas yang di dapat dari pengurangan biaya.

2. Manfaat atau efektifitas yang di dapat dari pengurangan kesalahan-kesalahan

3. Manfaat atau efektifitas yang di dapat dari peningkatan kecepatan aktivitas

4. Manfaat atau efektifitas yang di dapat dari peningkatan perencanaan dan pengendalian manajemen.


Manfaat atau efektifitas dari sebuah system informasi dapat juga di klasifikasikan dalam dua bentuk yaitu tangible benefist dan intangible banefits.

Tangible Banefits atau manfaat keuntungan yang berwujud adalah keuntungan penghematan atau peningkatan di dalam perusahaan yang dapat diukur secara kuantitatif dalam bentuk satuan nilai moneter/uang. Intangible Benefits atau manfaat keuntungan yang tidak berwujud adalah nilai keuntungan yang sulit atau tidak mungkin diukur dalam bentuk nilai moneter/ uang. setelah komponen biaya dan manfaat diketahui, maka coast and benefit analysis bisa dilakukan untuk menentukan apakah sebuah proyek tersebut layak atau tidak.

4.3 Sumber daya milik bersama

Keberadaan sumber daya bersama–SDB (common resources) atau akses terbuka terhadap sumber daya tertentu ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan barang publik diatas. Sumber-sumber daya milik bersama, sama halnya dengan barang-barang publik, tidak ekskludabel. Sumber-sumber daya ini terbuka bagi siapa saja yang ingin memanfaatkannya, dan Cuma-Cuma. Namun tidak seperti barang publik, sumber daya milik bersama memiliki sifat bersaingan. Pemanfaatannya oleh seseorang, akan mengurangi peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Jadi, keberadaan sumber daya milik bersama ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan seberapa banyak pemanfaatannya yang efisien. Contoh klasik tentang bagaimana eksternalitas terjadi pada kasus SDB ini adalah seperti yang diperkenalkan oleh Hardin (1968) yang dikenal dengan istilah Tragedi Barang Umum (the Tragedy of the Commons).

a. Pentingnya hak kepemilikan ( property right )

Salah satu bentuk kebijakan teknologi yang paling banyak didukung oleh para ekonom adalah kebijakan perlindungan hak cipta. Hukum paten melindungi hak eksklusif para pencipta atau penemu untuk memanfaatkan sendiri penemuannya, selama jangka waktu tertentu (setelah itu penemuannya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas). Disini hukum paten itu dapat dikatakan berfungsi melakukan internalisasai eksternalitas (positif). Dengan memberikan hak cipta (property rights) Kepada setiap perusahaan atas penemuan-penemuan barunya. Perusahaan lain atau siapa saja yang berminat untuk turut memanfaatkan penemuan baru itu harus meminta izin kepada penemunya, dan memebayar sejumlah royalti. Dengan cara ini, hukum paten memberikan insentif lebih besar kepada semua perusahaan, untuk mencurahkan lebih banyak dana dan perhatian untuk menemukan teknologi-teknologi baru yang bermanfaat.

KESIMPULAN

Ketika suatu transaksi antara pembeli dan penjual secara langsung memengaruhi pihak ketiga, efek ini disebut suatu eksternalitas. Eksternalitas negatif seperti polusi, menyebabkan jumlah optimal secara sosial dalam pasar kurang dari jumlah keseimbangannya. Eksternalitas positif, seperti imbas teknologi, menyebabkan jumlah optimal secara sosial lebih dari jumlah keseimbanganya.

Pihak-pihak yang terkena efek dari eksternalitas dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri. Sebagai contoh ketika suatu bisnis menghasilkan eksternalitas bagi bisnis lain keduanya dapat menginternalisasikan eksternalitas itu dengan cara merger. Alternatifnya pihak pihak yang berkepentingan dapat mengatasi masalah itu dengan mengalokasikan kontrak. Menurut teori macoase, jika orang-orang dapat melakukan tawar menawar tanpa memakan biaya, maka mereka selau dapat mencapai kesepakatan yang dapat mengalokasikan sumber daya dengan efisien. Akan tetapi pada banyak kasus, mencapai sesuatu kesempatan antara banyak pihak berkepentingan sulit terjadi, sehingga trorema coase tidak berlaku.

Ketika pihak-pihak swasta tidak mampu menangani efek-efek eksternal, seperti polusi, pemerintahan membantu dengan ikut campur. Kadang-kadang pemerintah menghindari dilakukannya kegiatan –kegiatan yang tidak efisien dari segi sosial dengan melarang perilaku-perilaku tertentu. Pada kesempatan yang lain, pemerintah menginternalisasikan eksternalitas dengan menerapkan pajak Pigovian suatu kebijakan Publik yang lain adalah mengeluarkan izin. Sebagai contoh, pemerintah dapat melindungi lingkungan dengan mengeluarkan sejumlah terbatas izin berpolusi. Hasil akhir dari kebijakan ini hampir sama dengan penerapan pajak Pigovian terhdap para polusi.