Wednesday, 2 May 2012

PENGEMBANGAN EKONOMI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM


Membahas apa, mengapa, dan bagaimana ekonomi syariah tidak lepas dari pembahasan kondisi ekonomi secara global saat ini. Sebagaimana kita ikuti dari berbagai pemberitaan media massa dan juga yang dirasakan sendiri baik secara lokal, nasional maupun internasional, bahwa saat ini sedang terjadi krisis ekonomi yang bersifat global. Krisis global ini diawali dengan krisis financial kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi secara global. Mengapa terjadi seperti itu? Jawabannya relatif tergantung dari sudut mana dipandangnya. Dalam sudut pandang ekonomi terdapat tipe-tipe ekonomi, yaitu makro ekonomi dan mikro ekonomi, serta sistem ekonomi yaitu sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis, atau sistem ekonomi Islam berbasis syariah.
Sistem Ekonomi Kapitalis
Ekonomi secara konvensional ada dua kutub ekstrim, yaitu kapitalis dan sosialis. Ekonomi kapitalis adalah ekonomi bebas. Bebas dalam artian tidak ada kendali dan campur tangan dan bahkan norma pun hampir tidak ada, bahkan sampai menjual hutang orang pun diperbolehkan. Keadaan ini dipraktekan di negara-negara kapitalis diantaranya Amerika Serikat. Bukan bebas mengikuti ekonomi pasar saja, tetapi bebas dengan tidak ada sama sekali kendali terutama yang berkaitan dengan norma, itulah intinya kapitalis. Negara Amerika Serikat adalah penganut sistem kapitalis yang paling fanatik. Ada kasus diantaranya yang mencuat ke permukaan, yaitu kasus dalam praktek bisnis yang dijalankan oleh Lehman Brother’s, yaitu suatu perusahaan yang bergerak di bidang kredit rumah. Di Amerika Serikat sama halnya dengan di Indonesia, jika membeli rumah, maka bisa menggunakan mekanisme kredit pemilikan rumah (KPR). Penyandang dana dari kredit ini yang paling popular adalah Lehman. Salah satu pasar yang paling banyak adalah sub prime mortgage. Mekanisme kebebasan dalam menjalankan bisnis itu karena adanya nilai agunan. Nilai agunan itu merupakan rumah yang harganya akan terus meningkat.
Sejak Oktober 2008 lalu, masyarakat dunia diliputi kecemasan atas kemungkinan terjadinya resesi ekonomi global yang dipicu oleh kredit macet di bidang property (subprime mortgage) di Amerika Serikat. Berbagai bursa mengalami penurunan. Sebagian besar saham perusahaan global dan lokal yang tercatat di bursa terus mengalami penurunan tajam. Kondisi ini memaksa pemerintah dan bank sentral di berbagai negara berpikir keras agar tidak terseret masuk ke dalam jurang resesi. Krisis keuangan global mendorong penurunan tingkat kepercayaan pasar terhadap sistem keuangan dan pebankan konvensional. Dalam hal ini terjadi contagion effect, di mana terus menurunnya tingkat kepercayaan pasar menular ke berbagai wilayah seiring dengan meluasnya dampak krisis keuangan global.
Itulah satu contoh kecil saja tentang bagaimana kerasnya sistem kapitalis. Maka penghutang-penghutang atau debitur-debitur itu dijual lagi kepada lembaga keuangan yang lain dengan harga yang lain. Maksudnya agar perusahaan itu dapat memperoleh cash dalam waktu yang cepat dan dijual kepada pembeli yang lain. Kegiatan ini berlangsung terus menerus bertumpuk-tumpuk termasuk lembaga keuangan ini, termasuk pula negara-negara yang memiliki banyak uang membeli kreditor-kreditor. Hal ini terjadi karena jika debitor-debitor itu tidak mampu membayarnya, maka masih ada agunannya. Agunan itu tidak akan pernah turun harganya. Dengan cara seperti ini semua orang dalam teori ini memperoleh keuntungan, tetapi persoalannya adalah uang itu bukan hanya dalam bentuk agunan atau bukan hanya dalam bentuk surat-surat, tetapi untuk bisa menjalankan roda ekonomi maka uangnya harus dalam bentuk cash. Kalau pembeli itu diambil agar resesif, maka banyak orang yang kebetulan menjadi nasabah yang diperas adalah masyarakat ekonomi menengah ke bawah, jadi mereka tidak bisa mengembalikannya. Tentu saja akan terjadi kredit macet. Kalau terjadi kredit macet, tentu lembaga keuangannya pun tidak punya uang. Jika jumlah uang akibat kredit macet atau tidak dimiliki oleh lembaga keuangan sangat besar, misalnya satu milyar dollar, maka terjadilah krisis ekonomi.
Sistem Ekonomi Sosialis
Sistem ekonomi sosialis perekonomian dikendalikan sepenuhnya oleh negara. Nilai kepemilikan perorangan hampir tidak ada, karena yang ada hanya milik pemerintah. Kalau pun ada hanya hak pakai saja untuk jangka waktu tertentu misalnya untuk 50 tahun. Menurut teori ekonomi dari Keynes dalam kondisi ekonomi tersebut, maka campur tangan pemerintah hanya untuk memberdayakan masyarakat dan membangun infrastruktur yang menjadi kewajiban pemerintah. Sistem ini sekarang sudah hampir ditinggalkan orang di berbagai negara, terutama oleh negara-negara di Eropa timur atau Cina yang berpaham komunis yang dahulu sebagai penganutnya. Negara-negara yang menganut paham sosialis atau komunis ini pun sudah memiliki prinsip-prinsip semi kapitalis atau mengadopsi prinsip ekonomi kapitalis.
Kondisi ini mendorong pasar mencari sistem keuangan alternatif yang bisa menjadi solusi agar mereka tidak lagi mengalami derita serupa. Salah satu yang dibidik adalah sistem keuangan Islam atau sistem keuangan syariah.
Sistem Ekonomi Islam Berbasis Syariah
Pada bulan Oktober tahun 2008 Al-Jazeera TV, sebuah stasiun TV terkenal di dunia yang berkedudukan di Qatar, melakukan polling tentang sistem ekonomi yang dipercaya paling baik untuk diterapkan di dunia. Respondennya sebanyak 29.486. Polling itu berisikan pertanyaan,“Setelah krisis keuangan global melanda, sistem keuangan apa yang anda percaya paling baik untuk diterapkan di dunia?” Hasilnya adalah 88,5% dari 29.486 responden menjawab sistem ekonomi Islam. Sedangkan responden yang memilih sistem ekonomi kapitalis hanya 5,0% saja, dan yang memilih sistem ekonomi keuangan komunis sebanyak 6,5%.
Ekonomi Islam tidak seperti kedua sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, karena sangat jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, karena menunjukkan siapa yang kuat dan bisa, dialah yang berkuasa, bahkan mengancam. Islam tidak mengajarkan negara yang memegang kendali sepenuhnya ekonomi rakyat, atau membebaskan ekonomi sepenuhnya kepada rakyatnya, karena salah satu asas dalam ekonomi Islam adalah kalau pun ada umat Islam yang memiliki kekayaan yang banyak, maka dalam keyataannya ada hak orang lain yang harus diinstruksikan atau dituangkan. Manusia boleh berusaha, tetapi ada norma-norma dan aturan yang harus ditaati.
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lainnya, kapitalis atau sosialis, Islam menekankan pada aturan dan norma di dalam praktek menjalankan bisnis maupun transaksi-transaksi. Itulah pentingnya yang disebut sebagai syariah yang disebutnya aturan-aturan, baik di dalam menjalankan bisnis maupun bertransaksi. Jadi sebetulnya ekonomi syariah itu adalah ekonomi yang sangat balance yaitu mementingkan orang-orang yang memiliki modal tetapi mementingkan juga orang-orang yang menjalankan usaha. Itu sebabnya sekarang berkembang teori-teori tentang ekonomi syariat itu. Perkembangan itu pun tidak hanya di negara-negara Islam saja. Di negara-negara barat seperti Inggris pun sekarang mulai pada memperhatikan tentang teori-teori ekonomi syariah dan banyak sekali definisi-definisi tentang ekonomi syariah yang sudah dikembangkan, baik dalam konteks makro maupun mikro.
Pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi syariah berawal dari pemahaman bahwa Islam datang ke bumi ini intinya untuk membuat manusia itu bagian dalam kehidupan yang sekarang di dunia dan dalam kehidupan yang akan datang di akhirat nanti. Namun hidup senang dan bahagia di dunia ini bukan tujuan, hanya merupakan jalan saja supaya di akhirat juga bahagia. Kalau hidup bahagia di dunia saja, maka seperti ekonomi sosialis dan new kapitalis. Hidup bahagia di dunia biasanya indikator-indikatornya diukur dari ekonominya, terutama menurut pandangan orang awam. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup menurut kaidah-kaidah ekonomi memerlukan training aid. Indikator hidup bahagia meliputi terpenuhinya kebutuhan primer, sekunder, dan tersier atau kuarter. Bahkan Islam pun mengajarkan agar jangan hidup miskin. Di dunia ini manusia harus berusaha agar tidak miskin, seperti sabda Rasululloh saw bahwa kefakiran itu mendekatkan kepada kekufuran. Oleh karena itu jika memiliki sesuatu maka harus berbagi dengan sesama. Kebahagiaan itu akan terasa berkurang jika di sampingnya terdapat orang yang kekurangan, maka untuk menyempurnakan kebahagian itu maka hendaknya berbagilah terhadap sesama. Apalagi di dalam setiap harta kita terdapat hak-hak orang lain yang wajib dikeluarkan dalam bentuk zakat atau infak, atau sedekah. Berbagi harta bukan berarti memberikan semuanya, tetapi ada porsi yang harus diberikan. Jika semuanya diberikan artinya bukan berbagi tetapi memberikan semuanya. Wajib itu sedikit sekali tergantung kepada bagaimana dan upaya memperoleh harta tersebut. Kalau memperolehnya cukup berat, porsi yang harus diberikan wajib itu kecil sekali. Misalnya dalam zakat pertanian yang mengandalkan air curahan hujan, maka zakatnya lebih tinggi daripada pertanian yang airnya diusahakan. Jadi porsinya sesuai dengan cara memperolehnya. Apalagi kalau berbisnis yang menuntut upaya-upaya yang sangat berat, maka porsi yang dibagi hanya 2,5% yang wajib dibagikan. Jika tidak dibagikan, maka akan mendapatkan ancaman dari Allah swt., harta itu akan menjadi api yang membakar.
Jadi porsi-porsi yang harus diberikan sesuai dengan cara memperolehnya, termasuk cara memperolehnya sangat murah dan mudah. Misalnya barang temuan, rikaz, ma’dan, atau pada jaman sekarang berupa hadiah-hadiah seperti barang yang jatuh dari langit yang untuk memperolehnya tidak perlu usaha keras. Terhadap barang-barang ini zakatnya lebih tinggi yang wajib dikeluarkan yaitu 20% atau ada yang sampai 50%. Artinya Islam itu sangat adil di dalam menerapkan ekonomi. Dalam ekonomi syariah diperhatikan sekali proses bisnisnya dan proses transaksinya. Islam menjelaskan bisnis yang memberikan pilihan-pilihan kepada siapa pun. Dalam Al Quran dijelaskan bahwa sesungguhnya jual beli itu milik kedua belah pihak. Allah swt.  menghalalkan jual beli dengan transaksi dan kaidah-kaidah Islam dan mengharamkan riba. Riba diharamkan karena ada pihak yang dirugikan. Digariskan oleh Rasulullah saw. yang dituangkan dalam kaidah-kadiah fiqh, misalnya diantara setiap transaksi hutang di mana sistem-sistem hutang kreditur yang menarik manfaat dari debitur, maka manfaat yang ditarik dari transaksi itu adalah riba. Tentang riba ini memang banyak perdebatan, termasuk juga masalah perbankan konvensional. Jadi dalam menerapkan sistem ekonomi syariah memberikan perlindungan atau jaminan kepada semua pihak yang terlibat di dalamnya. Jika diterapkan sistem perekonomian dalam masyarakat, maka semua akan terlindungi dan norma-norma yang diatur oleh syariah yang diarahkan untuk kebaikan umat (khoirul ummat).
Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia
Sistem keuangan Islam telah menjadi salah satu segmen keuangan yang pertumbuhannya paling cepat, diperkirakan mencapai 20% mulai 2008 hingga 2012. Saat ini ada US $600 miliar asset yang dikelola oleh perbankan Islam. Diperkitakan akan tumbuh mencapai satu triliyun dollar AS dalam beberapa tahun mendatang. Pertumbuhan yang pesat juga muncul dari segmen sistem keuangan Islam, misalnya Islamic mutual fund diperkirakan telah mencapai 300 miliyar dollar AS dan diperkirakan akan mencapai tiga kali lipat pada akhir dekade ini. Tahun 2007 pertumbuhan luar biasa terjadi pada pasar sukuk dunia yang tumbuh lebih dari 70%. Sukuk baru yang diluncurkan telah mencapai rekor yang tinggi sekitar 47 miliar dollar AS dan pasar sukuk dunia telah melebihi 100 miliar dollar AS.
Pendirian bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991 (27 Syawal 1412 H), merupakan prestasi tersendiri mulai diperkenalkannya ekonomi Islam di Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), pemerintah, dan dukungan dari para cendekiawan, serta beberapa pengusaha Muslim yang nota bene termasuk kalangan kelas menengah-atas dalam struktur piramid sosial umat Islam saat itu.
Berdirinya BMI mengilhami pendirian badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) pada 5 Jumadil Awwal 1414 H (21 Oktober 1993). Pada tanggal 24 Desember 2003 BAMUI diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas). Beroperasinya BMI juga diikuti pendirian lembaga-lembaga keuangan mikro syariah yaitu BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah), kemudian didirikan Baitul al-Maal wat Tamwil (BMT). BMT merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat, terutama masyarakt kecil dan kecil bawah, dengan berlandaskan sistem syariah. BMT sering pula disebut dengan Balai usaha Mandiri Terpadu yang terdiri dari Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Kegiatan baitul maal seperti menerima titipan zakat, infak, dan shodaqoh sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Kegiatan baitul tamwil seperti mengembangkan usaha-usaha produktif dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi, seperti menabung, terutama bagi masyarakat kecil dan kecil bawah. Selain BMT, ada pula Kopontren yaitu koperasi pesantren yang biasanya didirikan di pesantren. Kegiatannya, bukan hanya melayani perekonomian para santri atau anggota pesantren lainnya, tetapi juga masyarakat di sekitarnya.
BMI mensponsori pendirian asuransi Islam pertama kali di Indonesia, yaitu Syarikat Takaful Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1997, BMI membidani lembaga Reksadana Syariah dan lembaga pembiayaan (multi finance) Syariah, yaitu BNI-Fiscal Islamic Finance Company. Tahun 1997 MUI juga mendirikan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Fungsi utama DSN adalah mengawasi dan mengarahkan lembaga-lembaga keuangan syariah (bank asuransi, reksadana, dll.) agar sesuai dengan syariah. Keluarnya Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 membuka peluang pengembangan sistem ekonomi syariah.
Akhir tahun 2003 berdiri dua bank umum syariah, 8 unit Usaha Syariah dan 89 BPRS dengan total asset sekitar 0,54 persen dari asset total perbankan nasional. Pertumbuhan rata-rata pangsa pasar perbankan syariah sangat cepat, 53% per tahun dibandingkan dengan perbankan konvensional yang hanya rata-rata 5,3%. Hal ini menjadikan bank konvensional tertarik ikut andil membuka cabang syariah, sehingga pasar perbankan syariah akan semakin ramai.
Pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam tentang Ekonomi Syariah
Salah satu pilar pendidikan nasional adalah relevansi pendidikan atau interaksi antara dunia nyata dan dunia pendidikan yang sangat penting. Tujuannya agar pendidikan menjadi relevan sesuai kebutuhan masyarakat baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Sektor ekonomi-industri dan pendidikan harus memiliki sinergi positif yang saling mendorong perkembangannya. Dengan sinergi positif medan industri diuntungkan, dan dunia pendidikan dapat diberdayakan. Pendidikan tinggi dapat melakukan berbagai inovasi melalui Research and Development (R&D) yang mendukung pertumbuhan ekonomi-industri dan menciptakan pasar bagi produk yang bersangkutan. Perguruan tinggi agama Islam memiliki peran menentukan bagi arah pengembangan ekonomi syariah dengan melibatkan sumber-sumber daya yang dimiliki dan berkontribusi secara nyata dalam perkembangan tersebut.
Ada hal penting berkaitan dengan kebijakan tentang harapan, terutama dalam pengembangan perguruan tinggi agama Islam tentang ekonomi syariah. Ekonomi syariah sekarang ini sedang menghadapi peluang dan tantangan.
Ekonomi Syariah Menghadapi Peluang dan Tantangan
Peluang yang sedang dihadapi syariah adalah syariah sudah menarik banyak orang terutama yang berkaitan dalam kegiatan-kegiatan bisnis. Ini tidak hanya digunakan oleh dunia bisnis dari perusahaan-perusahaan milik negara maupun perusahaan-perusahaan domestik. Tapi banyak perusahaan asing terutama perbankan yang sudah mulai melebarkan sayapnya karena memang banyak pangsa pasar tertentu yang cukup luas yang bisa berkesempatan untuk memperoleh keuntungan. Artinya yang namanya orang bisnis apa saja yang dapat memperoleh keuntungan itu bisa dilakukan. Sekarang kita sedang menghadapi peluang terutama sebagai produser human resources, di mana kegiatan-kegiatan bisnis yang berlandaskan syariah ini sudah mulai meluas khususnya dalam bidang perbankan ini sudah mulai menjadi objek pelebaran sayap dari bank-bank dan bukan hanya bank dalam negeri, melainkan bank-bank asing. Karena pangsa pasar itu melihat dari peta populasi kita, populasi dunia, berapa persen orang muslim yang berpotensi menjadi pangsa pasar dari produk-produk yang berprinsip syariah ini.
Tantangan yang dihadapi ekonomi syariah yaitu, pertama tantangan kelembagaan, yang kedua adalah tantangan yang berkaitan dengan kurikulum, dan yang ketiga yaitu tantangan dari sikap kita sendiri dalam menghadapi peluang yang besar itu.
Pertama merespons tantangan kelembagaan. Mengenai tantangan kelembagaan ini secara kelembagaan bahwa sumber daya manusia yang diharapkan bisa mengisi posisi-posisi utama di dalam bisnis syariah itu diproduksi bukan hanya oleh Universitas Islam Negeri (UIN), tetapi juga oleh lembaga-lembaga lain yang memanfaatkan ekonomi syariah. Mampukah lulusan dari ekonomi syariah perguruan tinggi agama Islam bersaing dengan lulusan dari Perguruan Tinggi  lainnya? Secara pragmatis misalnya bank-bank syariah akan senang mengambil orang yang mengerti dan paham mengenai konsep-konsep detail dari ekonomi berbasis syariah, dibandingkan dengan yang hanya memahami tentang hukum-hukum Islam yang dipoles dengan pemahaman mengenai ekonomi syariah. Orang-orang seperti ini akan jauh lebih bisa berpikir komplek dalam memahami bisnis syariah dibandingkan dengan orang yang hanya memahami hukum syariahnya saja.
Kedua merespons tantangan yang berkaitan dengan kurikulum. Tantangan-tantangan kelembagaan ini harus dikaitkan dengan kurikulum dari program studi atau fakultas yang berhubungan dengan syariah itu sendiri. Kegiatan ekonomi syariah itu mengandung dua aspek, yaitu aspek ekonomi dan aspek syariah. Aspek ekonomi adalah aspek kebutuhan-kebutuhan manusia, di dalam definisi kegiatan ekonomi adalah kegiatan-kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Di dalam dunia ilmu pengetahuan ini sudah berkembang sangat pesat dan dulunya merupakan bagian dari cabang ilmu sosial, tetapi sekarang para ahli ekonomi ini tidak mau dikatakan sebagai ahli ilmu sosial. Ini adalah ilmu sosial yang cukup keras dan cukup sulit, karena pertama, ini dibangun berdasarkan atas data-data yang bersifat empiric. Kedua, teori-teori ekonomi ini jauh lebih mapan dibandingkan dengan teori-teori ilmu sosial yang lainnya, karena dalam definisi ilmu pengetahuan itu berbeda dengan teori yang pada umumnya dipahami oleh orang-orang ilmu sosial, kalau dalam pemahaman orang-orang ilmu sosial teori itu merupakan pernyataan yang bisa digunakan untuk melaksanakan sesuatu, tetapi di dalam konteks ilmu pengetahuan yang mapan seperti ilmu ekonomi.
Di dalam ilmu-ilmu sains atau ilmu-ilmu alamiah yang namanya teori scientific harus memenuhi tiga kriteria, yang pertama adalah bisa berfungsi deskriptif atau berfungsi menjelaskan sesuatu. Jadi jika suatu teori itu bisa menjelaskan sesuatu maka dianggap memenuhi satu kriteria dari apa yang disebut dengan saintific theory. Yang kedua adalah berfungsi predictif untuk memprediksi atau meramalkan/memperkirakan sesuatu yang akan datang. Yang ketiga adalah berfungsi control atau mengendalikan sesuatu. Teori-teori pada ilmu pengetahuan yang dianggap sudah establish, maka ketiga fungsi ini benar-benar bisa ada. Jadi selain paham tentang suatu teori ekonomi, misalnya teori klasik dalam bidang ekonomi, maka kita bisa menjelaskan bahkan bisa memprediksi dan  juga bisa mengandalkan fenomena-fenomena ekonomi itu.
Mengapa teori-teori ini bisa berfungsi seperti itu, karena suatu teori itu dibangun dari suatu rangkaian kegiatan. teori berdasarkan kepada fakta yang disebut dengan data. Jadi teori ini dibangun berdasarkan data yang kemudian data tersebut dikumpulkan dan membentuk suatu konsep, kemudian konsep tersebut membentuk skema konsep, dari skema konsep ini akan dibentuk dalil-dalil atau hukum baru kemudian dibentuk teori-teori yang saintific tadi. Itulah yang disebut dengan saintific investigation dan saintific pormition. Pembentukan teori-teori ilmiah itu dikenal dengan suatu motto, “nothing in the world as concrete as theory”, di dunia ini tidak ada sesuatu yang lebih konkrit daripada sebuah teori. Padahal teori itu sendiri abstrak, sehingga kalau orang menguasai sebuah teori bahwa dia akan melihat dengan ainulyakin suatu fenomena itu. Misalnya dalam teori ekonomi mengapa perekonomian Indonesia mengalami kehancuran? Maka kita akan melihat fenomena itu dengan ainulyakin yang disebabkan oleh berbagai faktor, meskipun perspektif itu berbeda karena ada sejumlah aliran di dalam teori-teori itu sendiri. Karena kadang-kadang di dunia ini memandang bahwa teori hanya sekedar penjelasan saja, sehingga pandangan pribadi pun dianggap sebagai suatu teori, yang lebih celaka lagi yaitu teori-teori yang menghujat Islam. Menghujat yang datang dari para akademisi bergelar tinggi, bahwa ilmu keislaman itu dianggap sebagai suatu teori yang mapan yang berada di luar tradisi kita. Tetapi sekarang dalam ilmu penngetahuan hal seperti itu tadi bukan scientific theory tetapi filoshofical theory yang sifatnya sebagai teori. Ini memerlukan verifikasi dengan fakta-fakta empirik. Tetapi sangat aneh justru orang-orang yang sangat paham tentang Islam, menggali Islam menurut pengalaman kita sekarang, muncullah orang-orang yang memandang bahwa pemikiran dirinya itu suatu teori sehingga menganggap dia berpikir apa saja bebas. Inilah fenomena yang kurang sedap didengar. Pemikiran bebas yang kadang-kadang ia menghujat tentang agamanya sendiri.
Di dalam dunia ilmu pengetahuan selain saintific teori dikenal pula dengan sebutan commoncence. Commoncence adalah akal sehat yang masuk akal, yang masuk akal itu bukan berarti itu teori, dan ini tidak akan mungkin menjadi suatu teori bahkan verifikasinya itu memerlukan jangka yang panjang sekali. Bahkan muncul pertanyaan mengapa teori itu bisa digunakan untuk suatu prediksi. Ketika dia melakukan penelitian yang sebanyak itu memerlukan longitudible research. Dia menggunakan berbagai macam metode analisis statistic, dengan kunci utama analisis statistic yang digunakan adalah regretion analysis (analisis regresi). Analisis regresi adalah persamaan-persamaan fungsi yang nantinya bisa digunakan untuk memprediksi, sehingga nanti kita menemukan suatu koofisien sebagai alfa, kemudian kita menemukan koofisien beta, maka berapa beta yang kita perlukan untuk bisa menyimpulkan bahwa ini memiliki hubungan antara variable satu dengan variable yang lain. Memang fungsi utama dari teori-teori dalam ekonomi itu penelitiannya dengan menggunakan metode yang disebut analisis regresi tadi.
Analisis regresi ini pengembangannya sangat luas bahkan di dalam suatu teori bisa diturunkan yaitu apa yang disebut dengan model. Model ini semacam persamaan fungsi. Artinya suatu Y ditentukan oleh suatu fungsi daripada apa dan apa. Maka ada suatu proses kuantifikasi di dalam ekonomi yang disebut dengan model. Atas dasar ini kita kembali bahwa ekonomi itu dianggap bukan ilmu sosial karena memang ekonomi itu sesuatu yang establish dari suatu ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Maka kita perlu menyesuaikan kemampuan-kemampuan kita ini untuk menuju pada bidang-bidang dari ilmu pengetahuan sendiri.
Berkaitan dengan ini maka kurikulumnya akan disesuaikan dengan tuntutan KMA tetapi sekarang ini belum bisa dilakukan, tetapi kalau KMA sudah beredar dan berlaku, maka kurikulum harus disesuaikan dengan KMA dengan cara masing-masing proram studi ini mereviuw kembali apakah kurikulumnya sudah sesuai dengan tuntutan atau belum, sebab kurikulum inilah yang akan menentukan respon pasar terhadap lulusan kita. Oleh karena itu kurikulum benar-benar menjadi respons terhadap tuntutan-tuntutan pasar. Untuk itu kurikulum sangat penting untuk ditampilkan di dalam transkrip sehingga nanti pasar bisa merespon apa yang sesuai dengan kebutuhannya.
Ketiga, merespons tantangan dengan sumber daya manusia. Satu hal yang sangat penting dalam merespons tantangan syariah yang ketiga berkaitan dengan sumber daya manusia. Sumber daya manusia Perguruan Tinggi kita memang sedang dalam masa transisi. Kalau kita melihat UIN yang sudah memperoleh mandat untuk memperluas program studinya, pada umumnya dosen-dosennya itu belum direncanakan atau care planning, sehingga belum sesuai dengan tuntutan kebutuhan di fakultas maupun jurusannya masing-masing. Untuk itu di perguruan tinggi agama Islam hendaknya dibuatkan standar kelayakan minimum. Artinya setiap program studi itu harus punya rencana atau harus direncanakan, yaitu untuk memenuhi tuntutan-tuntutan minimum itu harus berapa lulusan S2 yang dimiliki dan berapa lulusan S3 yang harus dimiliki, dalam bidang apa dan kapan harus terpenuhinya. Kalau ini dipegang tentu perencanaan karir dari sumber daya manusia yang dimiliki ini sudah ada sistematisnya. Jadi ada ancaman pengendalian di masa-masa yang akan datang perkembangan fakultas ini benar-benar bisa berjalan dengan baik dan rasional sehingga mutu lulusannya sesuai dengan tuntutan-tuntutan pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1998 tentang Perbankan
CBS – Bappenas – UNFPA. (2000). Indonesian Population Trend, 2000 – 2005. Jakarta: Bappenas.
Bappenas-Mone-Mora. (2000). Projection of Gross Enrollment Rates, 2000 – 2005. Jakarta: Bappenas.

0 comments:

Post a Comment